Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Paceklik Setop Panen, Pasar Beras Cirebon Mulai Panas

Harga beras di Kabupaten Cirebon mengalami kenaikan di tengah musim paceklik, meski kenaikannya dinilai belum signifikan.
Buruh mengangkut karung beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Buruh mengangkut karung beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, CIREBON - Harga beras di Kabupaten Cirebon mengalami kenaikan di tengah musim paceklik, meski kenaikannya dinilai belum signifikan. 

Sekretaris Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kabupaten Cirebon, Rodiya menyebutkan, kondisi ini dipicu oleh berkurangnya pasokan gabah di tingkat petani karena belum memasuki masa panen.

Pemantauan yang dilakukan Disperdagin di tiga titik distribusi—Pasar Rakyat, Pasar Sumber, dan pasar di toko modern menunjukkan, kenaikan harga terjadi baik pada beras medium maupun premium. 

“Kenaikan memang ada, tetapi masih taraf wajar. Masyarakat masih bisa mendapatkan beras sesuai kebutuhan,” kata Rodiya, Rabu (13/8/2025).

Menurutnya, harga beras medium di pasaran saat ini berada di kisaran Rp14.000 per kilogram, sedikit di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp12.500 per kilogram. Untuk beras premium, harga juga berada di level yang sama, yakni sekitar Rp16.000 per kilogram.

“Kalau dibandingkan beberapa bulan lalu, ketika panen raya, harga memang lebih rendah. Namun sekarang karena musim paceklik dan stok gabah kering giling terbatas, harga cenderung naik. Meski begitu, kenaikan ini belum terlalu signifikan,” ujarnya.

Rodiya menjelaskan, kenaikan harga beras saat ini erat kaitannya dengan siklus produksi pertanian. Kabupaten Cirebon belum memasuki masa panen, sehingga pasokan gabah dari petani minim.

Menurutnya, kondisi tersebut membuat harga gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan sempat melonjak. Namun, dalam sebulan terakhir, harga GKG mulai menunjukkan tren penurunan sekitar Rp100 hingga Rp200 per kilogram. 

Penurunan ini dipengaruhi penyaluran bantuan sosial (bansos) beras yang menambah pasokan di pasar dan menekan permintaan langsung dari masyarakat.

“Kami melihat adanya penyaluran beras bansos dari pemerintah pusat, dan ini cukup membantu menahan laju kenaikan harga, khususnya untuk beras medium,” kata Rodiya.

Selain memantau harga, tim Disperdagin juga melakukan pengecekan acak terhadap kemasan beras yang dijual di pasar rakyat dan toko modern. Tujuannya untuk memastikan kesesuaian antara label berat bersih dan isi sebenarnya.

“Hasilnya justru positif. Untuk kemasan berlabel 5 kilogram, isinya 5 kilogram lebih 20 gram. Sementara kemasan 10 kilogram isinya 10 kilogram lebih 80 gram. Jadi kuantitasnya sesuai bahkan di atas label, masih dalam batas toleransi yang diperbolehkan,” jelasnya.

Pengecekan kualitas beras juga dilakukan, terutama terhadap beras premium, untuk memastikan tidak ada praktik pengoplosan atau penurunan kualitas tanpa keterangan pada kemasan. Menurut Rodiya, kualitas beras yang beredar di pasar Cirebon saat ini masih sesuai dengan standar.

Di luar pergerakan harga, Rodiya juga menyoroti keresahan sebagian masyarakat terkait beras yang disebut “rosan”. Istilah ini digunakan untuk menyebut beras yang kualitasnya menurun akibat proses penyimpanan yang terlalu lama, atau yang diolah kembali dari beras sisa giling.

“Kami menerima laporan dari masyarakat soal beras rosan ini. Namun sejauh hasil pantauan hari ini, kami belum menemukan indikasi peredaran di titik-titik pemantauan. Tetap akan kami awasi, apalagi menjelang panen, biasanya ada upaya pedagang memanfaatkan situasi,” katanya.

Disperdagin Kabupaten Cirebon berencana melanjutkan pemantauan harga secara berkala hingga masa panen tiba. Koordinasi dengan Bulog dan pemerintah pusat juga dilakukan untuk memastikan pasokan beras tetap terjaga.

“Dengan panen raya yang akan datang, kami berharap harga bisa kembali stabil. Namun untuk saat ini, kami minta masyarakat membeli beras sesuai kebutuhan saja, agar pasokan di pasar tidak terganggu,” imbau Rodiya.

Pemerintah daerah juga mempertimbangkan menggelar operasi pasar apabila terjadi lonjakan harga yang signifikan. Langkah ini akan difokuskan pada wilayah dengan tingkat ketergantungan tinggi terhadap pasokan pasar, seperti daerah perkotaan dan pinggiran yang tidak memiliki lahan sawah cukup luas.

“Jika kenaikan harga di luar batas wajar, tentu kami akan segera berkoordinasi dengan Bulog untuk operasi pasar. Prinsipnya, jangan sampai masyarakat kesulitan memperoleh bahan pokok,” tegasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hakim Baihaqi
Editor : Ajijah
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro