Bisnis.com, CIREBON - Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, menunjukkan tren positif sepanjang semester I 2025.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kuningan mencatat pada Juni 2025, TPK gabungan hotel bintang dan nonbintang mencapai 30,68%, naik 2,24 poin dibanding Mei 2025 yang berada di angka 28,44 persen.
Kepala BPS Kabupaten Kuningan, Urip Sugeng Santoso mengatakan, peningkatan TPK pada Juni menjadi sinyal membaiknya kinerja sektor akomodasi daerah.
"Peningkatan ini mengindikasikan adanya kenaikan kunjungan wisatawan atau tamu yang menginap di Kuningan. Baik hotel bintang maupun nonbintang sama-sama mengalami pertumbuhan,” ujarnya, Rabu (13/8/2025).
Berdasarkan data BPS, TPK hotel bintang pada Juni 2025 tercatat 38,64%, naik 3,6 poin dari bulan sebelumnya yang berada di angka 35,04%. Secara tahunan, angka ini juga meningkat 1,43 poin dibanding Juni 2024 yang mencatat 37,21 persen.
Sementara itu, TPK hotel nonbintang pada Juni 2025 mencapai 23,98%. Angka ini naik 1,53 poin dari Mei 2025 yang berada di level 22,45 persen. Secara tahunan, kenaikannya lebih signifikan, yakni 4,08 poin dibanding Juni 2024 yang hanya 19,90 persen.
Baca Juga
Urip menjelaskan, pertumbuhan pada kedua segmen hotel tersebut tidak hanya menjadi kabar baik bagi pelaku usaha perhotelan, tetapi juga mendorong roda perekonomian daerah.
“Hotel bintang cenderung mendapat keuntungan dari wisatawan dengan kebutuhan fasilitas lebih lengkap, sementara hotel nonbintang mengisi pasar dengan segmen harga yang lebih terjangkau. Keduanya menunjukkan peningkatan okupansi yang seimbang,” katanya.
Menurut Urip, tren positif ini tak lepas dari sejumlah faktor, di antaranya intensifikasi promosi pariwisata daerah, penyelenggaraan event lokal dan regional, serta keberadaan destinasi unggulan Kuningan yang semakin dikenal.
"Adanya event kebudayaan, kegiatan olahraga, hingga pertemuan resmi di Kuningan mendorong okupansi kamar hotel,” jelasnya.
Ia menilai, keberlanjutan tren ini memerlukan sinergi antara pemerintah daerah, pelaku industri perhotelan, dan komunitas wisata.
“Peningkatan fasilitas, pengembangan atraksi baru, dan pemasaran yang tepat sasaran akan menjadi kunci menjaga pertumbuhan ini,” tambahnya.
Selain okupansi, rata-rata lama menginap tamu di Kuningan juga mengalami peningkatan. Pada Juni 2025, durasi menginap rata-rata untuk tamu gabungan (asing dan domestik) tercatat 1,17 malam, lebih lama dibanding Mei 2025 yang hanya 1,08 malam.
Dibandingkan Juni 2024 yang berada di angka 1,16 malam, catatan ini juga mengalami kenaikan.
Untuk hotel bintang, rata-rata lama menginap mencapai 1,31 malam, sedangkan hotel nonbintang mencatat 1 malam. Urip menyebut bahwa perbedaan ini mencerminkan karakteristik pasar masing-masing.
“Hotel bintang biasanya menjadi pilihan tamu yang datang untuk agenda lebih dari satu hari, seperti konferensi atau liburan keluarga. Sementara hotel nonbintang cenderung dipilih untuk kunjungan singkat,” paparnya.
Data BPS menunjukkan, rata-rata lama menginap tamu asing pada Juni 2025 mencapai 1,33 malam. Angka ini lebih tinggi dibandingkan Juni 2024 yang hanya 1 malam, serta Mei 2025 yang juga tercatat 1 malam.
Seluruh tamu asing pada Juni 2025 tercatat menginap di hotel bintang, dan tidak ada yang menginap di hotel nonbintang.
Sementara itu, rata-rata lama menginap tamu domestik pada Juni 2025 tercatat 1,17 malam, naik dari Mei 2025 yang 1,08 malam, dan sedikit lebih tinggi dari Juni 2024 yang 1,16 malam. Untuk tamu domestik, hotel bintang mencatat rata-rata lama menginap 1,31 malam, sedangkan hotel nonbintang tetap 1 malam.
Urip menambahkan, peningkatan rata-rata lama menginap menjadi indikator positif bagi perekonomian lokal.
“Semakin lama tamu menginap, semakin besar potensi belanja mereka di sektor lain seperti kuliner, transportasi, dan belanja oleh-oleh. Ini memiliki efek ganda terhadap pendapatan daerah,” tegasnya.
BPS Kuningan optimistis tren positif pada semester I 2025 dapat berlanjut pada paruh kedua tahun ini. Faktor musiman seperti libur sekolah, peringatan hari besar, dan agenda pemerintah daerah diharapkan menjadi penggerak okupansi hotel. Urip kemudian menekankan pentingnya langkah antisipatif untuk menjaga momentum.
“Pemerintah daerah perlu memastikan infrastruktur pendukung wisata tetap prima, memperkuat koordinasi dengan pelaku industri, serta meningkatkan promosi yang menyasar pasar luar daerah dan luar negeri,” tuturnya.