Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sebanyak 77 Warga Cirebon Dikirim ke Jepang, Tanda Pasar Kerja Lokal Mandek?

Ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi para pekerja. Mulai dari adaptasi budaya, bahasa, hingga tuntutan produktivitas yang tinggi.
Ilustrasi keberangkatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) /Istimewa
Ilustrasi keberangkatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) /Istimewa

Bisnis.com, CIREBON - Sebanyak 77 warga Kabupaten Cirebon segera diberangkatkan pemerintah daerah ke Jepang untuk bekerja di sektor industri manufaktur dan perakitan elektronik. Pemberangkatan puluhan orang itu karena minimnya lapangan kerja di kabupaten tersebut.

Wakil Bupati Cirebon Agus Kurniawan Budiman menyebutkan keberangkatan puluhan warga tersebut adalah hasil seleksi ketat dari 1.044 pendaftar. Menurutnya, hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Cirebon terwakili dalam program penempatan kerja luar negeri ini.

“Kami tidak bisa menutup mata. Lapangan kerja di daerah masih sangat terbatas, sementara kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan penghasilan terus meningkat. Oleh karena itu, kesempatan bekerja ke Jepang ini harus dimanfaatkan secara maksimal oleh warga Cirebon,” ujar Agus, Kamis (21/8/2025).

Agus menjelaskan, Jepang saat ini tengah mengalami kekurangan tenaga kerja di berbagai sektor. Berdasarkan data yang diterima Pemkab Cirebon, kebutuhan tenaga kerja asing di Jepang diperkirakan mencapai 820.000 orang.

Kekosongan ini membuka peluang bagi tenaga kerja Indonesia, termasuk dari Cirebon, untuk mengisi sektor-sektor vital, khususnya di bidang manufaktur dan industri elektronik.

“Ini peluang besar. Jepang sedang membutuhkan SDM, sementara kita punya potensi tenaga kerja usia produktif yang cukup banyak. Sinergi ini harus kita dorong agar masyarakat tidak hanya berharap pada lapangan kerja sempit di dalam negeri,” tegas Agus.

Para pekerja akan dikontrak selama tiga tahun di Jepang. Sektor yang paling banyak membutuhkan adalah industri perakitan elektronik serta manufaktur. 

Kendati demikian, Agus memastikan para pekerja asal Cirebon sudah disiapkan agar tidak sekadar mengisi kekosongan, tetapi juga mampu beradaptasi dengan ritme kerja Jepang yang terkenal disiplin.

Sebelum keberangkatan, seluruh calon pekerja akan menjalani pelatihan intensif selama tiga bulan. Materinya meliputi peningkatan keterampilan teknis, penguasaan dasar bahasa Jepang, serta pemahaman budaya dan etika kerja.

“Kami tidak ingin warga Cirebon hanya sekadar bekerja, tetapi juga memahami budaya Jepang. Disiplin, kejujuran, serta etos kerja tinggi adalah hal yang harus mereka pelajari. Karena itu, pelatihan ini mutlak diperlukan,” jelas Agus.

Menurutnya, pemerintah daerah bekerja sama dengan lembaga pelatihan tenaga kerja untuk memastikan seluruh peserta benar-benar siap. Proses pelatihan juga akan membekali mereka dengan pemahaman manajemen keuangan agar hasil kerja di Jepang dapat dimanfaatkan sebaik mungkin ketika kembali ke tanah air.

Agus menilai, keberangkatan 77 warga Cirebon ke Jepang akan memberi dampak ganda. Selain membantu mengurangi pengangguran di tingkat lokal, program ini juga diharapkan meningkatkan devisa daerah melalui remitansi.

“Kalau warga kita berhasil bekerja dengan baik, maka mereka akan mengirimkan penghasilan ke kampung halaman. Uang itu nantinya akan dipakai untuk kebutuhan keluarga, investasi kecil, atau bahkan membuka usaha baru. Efek domino dari remitansi ini akan terasa bagi perekonomian lokal,” tutur Agus.

Ia menambahkan, program penempatan kerja ke luar negeri bukan berarti Pemkab lepas tangan terhadap penciptaan lapangan kerja di daerah. Namun, dalam situasi sulit dan keterbatasan industri yang bisa menyerap tenaga kerja lokal, opsi bekerja di Jepang dianggap sebagai solusi cepat.

Meski demikian, Agus mengingatkan ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi para pekerja. Mulai dari adaptasi budaya, bahasa, hingga tuntutan produktivitas yang tinggi. Namun, ia optimistis warga Cirebon mampu menghadapinya.

“Kita harus realistis. Jepang punya standar kerja yang ketat, berbeda dengan di sini. Tapi kalau warga kita mau serius belajar, saya yakin mereka bisa menyesuaikan. Justru ini kesempatan untuk membuktikan kualitas SDM kita,” ungkapnya.

Agus menuturkan, pemerintah daerah akan terus mendampingi warga Cirebon yang bekerja di Jepang. Ia ingin memastikan seluruh pekerja terlindungi secara hukum, mendapatkan haknya secara layak, dan pulang dengan membawa pengalaman berharga.

“Kami mendorong agar masyarakat yang kembali nanti tidak hanya membawa uang, tetapi juga membawa keterampilan baru, mental disiplin, dan wawasan global. Itu modal penting untuk membangun Cirebon lebih maju,” pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hakim Baihaqi
Editor : Ajijah
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro