Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Harus Perkuat Hilirisasi Hasil Riset dan Ekosistem Vokasi untuk Kurangi Ketergantungan Impor

Saat ini pemerintah ketergantungan untuk melakukan impor sebagai cara singkat untuk pemenuhan kebutuhan domestik yang nilainya sudah menyentuh Rp1.200 triliun.
Wakil Ketua Umum Bidang Teknologi Industri Energi Pendidikan dan Vokasi Kadin Jabar, Hadi S Cokrodimejo./Bisnis-Dea Andriyawan.
Wakil Ketua Umum Bidang Teknologi Industri Energi Pendidikan dan Vokasi Kadin Jabar, Hadi S Cokrodimejo./Bisnis-Dea Andriyawan.

Bisnis.com, BANDUNG—Optimalisasi potensi produk hasil riset serta penguatan pendidikan vokasi di berbagai bidang dinilai mampu mengurangi ketergantungan impor barang untuk memenuhi kebutuhan domestik.

Pasalnya, saat ini pemerintah ketergantungan untuk melakukan impor sebagai cara singkat untuk pemenuhan kebutuhan domestik yang nilainya sudah menyentuh Rp1.200 triliun. 

Wakil Ketua Umum Bidang Teknologi Industri Energi Pendidikan dan Vokasi Kadin Jabar, Hadi S Cokrodimejo, mengatakan pihaknya mendorong regulasi untuk lebih berpihak kepada penggunaan produk dalam negeri.

"Memang sudah ada TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri), namun implementasinya belum sepenuhnya berpihak,” katanya dalam Workshop and Business Matching Unpad STP 2024 di Bandung, beberapa waktu lalu.

Hadi menilai, seharusnya ada peningkatan prioritas untuk mengutamakan hasil riset sebagai basis produksi kebutuhan produk domestik. Sehingga lambat laun, produk domestik akan mampu menyuplai kebutuhan yang selama ini dipenuhi secara impor.

Sehingga ia mengatakan, perlu adanya kerjasama antara industri dengan perguruan tinggi dalam rangka mengembangkan inovasi yang dapat digunakan secara langsung oleh industri. 

Saat ini, dia memandang salah satu kelemahan perguruan tinggi di Indonesia adalah kurangnya katalog riset yang sudah siap digunakan oleh industri.

"Perguruan tinggi menghasilkan banyak jurnal ilmiah, tapi jarang ada yang langsung bisa diaplikasikan oleh industri. Kami butuh katalog riset yang siap pakai, lengkap dengan rincian biaya dan manfaatnya," kata dia. 

Untuk itu, perlu adanya sinergitas yang baik antara perguruan tinggi dengan sektor industri. Pasalnya, dengan ketidaksinkronan alur berpikir dua pihak ini, memunculkan keraguan di masing-masing pihak.

Selain itu, pemerintah juga mesti mendukung pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melalui riset dan inovasi. 

"Industri besar kita banyak, tapi tidak serta merta menumbuhkan industri menengah dan kecil. Oleh karena itu, perguruan tinggi harus ikut mendorong UMKM agar mereka bisa tumbuh dan berkembang," tambahnya.

Hadi memaparkan, perlu pembenahan pada lima hal utama untuk memperkuat industri dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan impor.

Pertama, perlu adanya regulasi yang berpihak pada produk dalam negeri. Kedua, peningkatan kerjasama antara perguruan tinggi dan industri.

Ketiga, pembangunan kepercayaan antara kedua pihak. Keempat, dukungan penuh untuk pertumbuhan UMKM. Kelima, penguatan sistem vokasi untuk menghasilkan tenaga kerja yang kompeten di berbagai sektor industri.

“Lima itu harus diperkuat dan disempurnakan untuk mencapai tujuan pengurangan ketergantungan impor,” ungkap dia.

Sementara itu, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kemenkumham Jabar Andrieansjah mengatakan, pemerintah  tengah fokus mengembangkan kekayaan intelektual sebagai kunci dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik di tingkat daerah maupun nasional. 

Andriensjah mengatakan salah satu aspek yang menjadi perhatian adalah pemanfaatan kekayaan intelektual yang dihasilkan dari inovasi dan kreativitas masyarakat.

"Kekayaan intelektual adalah hasil dari kemampuan manusia untuk mengolah bahan mentah menjadi produk yang bernilai ekonomi. Inovasi dan kreativitas menjadi kunci utama dalam proses ini," katanya.

Sementara perlu pula perlindungan terhadap kekayaan intelektual seperti merek, paten, hak desain industri, hak indikasi geografis, dan hak cipta sangat penting untuk memperkuat pasar.

Dia menilai, Jawa Barat memiliki banyak potensi yang perlu dikembangkan, mulai dari sumber daya alam, hingga produk budaya yang memiliki nilai jual.

“Untuk mewujudkan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, ekosistem kekayaan intelektual yang kuat perlu dibangun,” ungkap dia.

Hal ini mencakup pengembangan, perlindungan, dan pemanfaatan kekayaan intelektual di berbagai wilayah.

"Jabar sudah melaksanakan beberapa langkah, seperti pendaftaran lebih dari 12 indikasi geografis. Salah satunya adalah kopi Priangan dan beras Pandan Wangi Cianjur," katanya.

Selain itu, dia melanjutkan, terdapat potensi mangga varietas Roman Ayu dari Kabupaten Cirebon yang juga dapat dikembangkan melalui indikasi geografis.

Hadi mengatakan, upaya ini secara tidak langsung akan malahirkan dampak positif berlapis, karena akan mampu membawa gerakan pelestarian alam, tapi juga akan memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat di desa-desa.

Dia melanjutkan, berdasarkan data statistik, pada tahun 2018, Jawa Barat menyumbang 15% dari ekspor produk kreatif Indonesia. 

Dari jumlah tersebut, kontribusi terbesar menurutnya masih dipegang oleh sektor kuliner atau makanan minuman, fesyen hingga kerajinan.

“Ketiga sektor tersebut memiliki potensi besar di Jawa Barat, di mana peran kekayaan intelektual seperti merek dan paten sangat vital untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di masa depan,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dea Andriyawan
Editor : Dinda Wulandari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper