Bisnis.com, INDRAMAYU - Eks pekerja migran Indonesia (PMI) di Kabupaten Indramayu meminta adanya dukungan mendapatkan permodalan dari pemerintah daerah.
Permintaan ini mengemuka karena banyak purna PMI yang gagal mempertahankan usaha kecilnya dan akhirnya memilih kembali bekerja di luar negeri.
Staf program Migrant Care, Leli menyebutkan sebagian besar PMI tidak memiliki perlindungan sosial memadai, baik saat bekerja di luar negeri maupun setelah pulang.
“Data kami menunjukkan banyak keluarga PMI juga tidak tercakup dalam skema jaminan sosial. Begitu mereka kehilangan penghasilan, praktis tidak ada perlindungan yang bisa diandalkan,” katanya, Selasa (26/8/2025).
Lebih jauh, Leli menuturkan tren usaha ekonomi purna PMI cenderung berumur pendek. Pada 2022 sejumlah mantan pekerja migran membuka usaha kecil, seperti warung sembako dan kerajinan.
Usaha itu masih berjalan di 2023, tetapi sebagian besar berhenti pada 2024 karena modal menipis. “Karena takut meminjam ke bank, mereka akhirnya memilih jalan lama, kembali menjadi pekerja migran,” ujarnya.
Baca Juga
Situasi ini, menurut Migrant Care, memperlihatkan lingkaran persoalan yang belum terselesaikan. Alih-alih menjadi pintu keluar dari kemiskinan, pengalaman bekerja ke luar negeri sering kali justru menyeret warga ke ketergantungan baru.
Migrant Care juga mengusulkan pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Desa. Fasilitas ini dilengkapi dengan sistem input data migrasi serta mekanisme pengaduan kasus. Harapannya, PPT bisa memperkuat layanan di tingkat desa dan menjadi model bagi daerah lain di Indramayu.
"Tanpa intervensi kebijakan, Indramayu akan terus menjadi pemasok pekerja migran tanpa henti,” jelas Leli.
Respons Pemerintah
Wakil Bupati Indramayu Syaefudin menyambut baik paparan tersebut. Ia mengakui tidak semua PMI pulang dengan keberhasilan. “Ada yang sukses, tapi tidak sedikit yang kembali dengan tangan kosong. Karena itu pemerintah harus hadir sebagai penopang,” ucapnya.
Pemkab, kata dia, berkomitmen menjaga hak pekerja migran, termasuk aspek perlindungan hukum, dukungan permodalan usaha, dan penanganan kasus kecelakaan maupun kematian.
Syaefudin menambahkan, pemerintah daerah akan berperan sebagai penghubung antara perbankan dengan purna PMI.
Ia juga juga menekankan, pentingnya pengawasan terhadap agen penyalur tenaga kerja. Ia meminta Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Indramayu lebih ketat dalam memantau praktik perekrutan.
"Agen ilegal sering jadi pintu masuk masalah. Kita tidak ingin warga terjerat perdagangan orang atau kasus penipuan,” ujarnya.
Hingga Agustus 2025, terdapat 38 pengaduan kasus PMI yang masuk ke Disnaker. Dari jumlah tersebut, 27 kasus telah ditangani, sedangkan sisanya masih dalam proses.
Ia menambahkan, edukasi migrasi aman terus digencarkan ke desa-desa untuk mencegah masyarakat berangkat secara non-prosedural.
“Pencegahan perdagangan orang menjadi fokus kami. Kesadaran masyarakat harus dibangun sejak awal agar tidak mudah terjebak iming-iming pekerjaan instan,” kata Syaefudin.