Bisnis.com, MAJALENGKA - Kabupaten Majalengka mengalami penurunan produksi padi yang signifikan sepanjang tahun 2024.
Berdasarkan hasil survei kerangka sampel area (KSA), luas panen tanaman padi di daerah ini turun sebesar 13,09% dari 100.124 hektare pada 2023 menjadi 87.013 hektare pada 2024.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Majalengka Joni Kasmuri, kondisi ini terjadi akibat anomali cuaca yang ekstrem, kekeringan berkepanjangan, serta serangan hama tikus yang merusak tanaman padi di wilayah utara Majalengka.
"Tahun 2024 merupakan salah satu tahun terberat bagi sektor pertanian di Majalengka. Hasil survei KSA menunjukkan adanya penurunan luas panen yang signifikan, ditambah dengan produktivitas yang ikut menurun dari 58,77 kwintal per hektare pada 2023 menjadi 55,50 kwintal per hektare pada 2024," kata Joni, Jumat (7/2/2025).
Akibat penurunan produktivitas ini, produksi padi Majalengka merosot hingga 17,93%. Pada 2023, produksi padi mencapai 588.430 ton, sedangkan pada 2024 hanya sebesar 482.918 ton.
Jika dikonversi menjadi beras untuk konsumsi penduduk, produksi beras turun menjadi 278.877 ton atau berkurang 43.606 ton dibandingkan tahun sebelumnya.
Baca Juga
Joni Kasmuri menjelaskan, anomali cuaca menyebabkan pola musim berubah drastis. Musim kemarau yang lebih panjang dari biasanya mengakibatkan pasokan air berkurang, sementara musim hujan yang tidak menentu membuat para petani sulit menentukan waktu tanam yang ideal.
Selain itu, serangan hama tikus menjadi ancaman serius. Menurut Burhanudin, populasi tikus meningkat tajam karena berkurangnya predator alami seperti burung hantu dan ular.
"Biasanya, tikus tidak terlalu banyak karena masih ada burung hantu yang memangsa mereka. Tapi sekarang, entah kenapa, jumlah tikus justru makin banyak. Mereka menyerang sawah dalam jumlah besar, bahkan sebelum padi siap dipanen," katanya.
Bagi para petani, penurunan ini menjadi pukulan berat. Burhanudin (52), seorang petani dari Kecamatan Jatitujuh, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi pertanian tahun ini.
Ia menjelaskan, beberapa petani bahkan mengalami gagal panen total akibat serangan hama. Burhanudin sendiri mengaku hanya mampu menghasilkan setengah dari biasanya.
"Tahun lalu saya bisa panen sekitar 7 ton padi per hektare. Sekarang paling hanya 3-4 ton. Padahal biaya produksi tetap tinggi. Harga pupuk, obat hama, dan tenaga kerja makin mahal," tambahnya.
Kondisi serupa juga dialami oleh Sri Wahyuni (45), petani dari Kecamatan Kadipaten. Ia menyebut pendapatannya turun drastis akibat produksi yang menurun.
"Biasanya kami bisa menjual padi dengan harga yang cukup menguntungkan. Tapi karena hasil panen berkurang, kami harus bertahan dengan pendapatan yang lebih kecil. Sementara kebutuhan sehari-hari terus meningkat," tuturnya dengan nada khawatir.
Penurunan produksi padi di Majalengka dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu anomali cuaca, kekeringan, dan serangan hama tikus.