Bisnis.com, CIREBON - Produksi padi di Kabupaten Cirebon mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan petani, mengingat beras merupakan salah satu komoditas utama daerah tersebut.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2023 produksi padi Kabupaten Cirebon mencapai 66.287 ton. Namun pada tahun ini, angkanya hanya mencapai 65.231 ton.
Penurunan ini disebabkan oleh berbagai faktor, terutama dampak perubahan iklim yang semakin tidak menentu serta kurangnya pengelolaan irigasi yang memadai oleh Pemerintah Kabupaten Cirebon.
Salah satu faktor utama penurunan produksi beras adalah perubahan iklim. Perubahan pola cuaca yang tidak menentu, seperti musim hujan yang datang terlambat atau terlalu pendek, serta musim kemarau semakin panjang, telah memengaruhi siklus tanam padi di Cirebon.
"Sulit karena musim hujan tahun ini datang terlambat. Biasanya, petani sudah mulai menanam pada November, tetapi sekarang hujan belum rutin," kata Usman, petani asal Kecamatan Tegalsari, Kabupaten Cirebon, Kamis (7/11/2024).
Akibatnya, banyak petani terpaksa menunda masa tanam, yang berdampak pada siklus panen mereka. Selain itu, intensitas hujan yang tinggi pada waktu tertentu juga memicu banjir di beberapa wilayah, merusak lahan pertanian yang sudah ditanami.
Baca Juga
“Ketika hujan turun terlalu deras, sawah terendam. Benih yang sudah kami tanam rusak, sehingga kami harus mulai dari awal lagi. Biayanya jadi lebih besar, tetapi hasilnya tetap kurang maksimal,” ujar Usman.
Selain perubahan iklim, persoalan irigasi juga menjadi salah satu penyebab utama menurunnya produksi beras di Kabupaten Cirebon. Banyak petani mengeluhkan buruknya kondisi saluran irigasi, terutama di wilayah yang jauh dari sumber air utama.
Minimnya perhatian pemerintah terhadap infrastruktur irigasi membuat petani kesulitan memanfaatkan potensi air yang ada. Saluran-saluran irigasi yang tidak terawat menyebabkan air tidak dapat mengalir dengan baik ke sawah-sawah di ujung saluran.
"Setiap ditanya ke pemerintah alasannya membutuhkan anggaran yang besar untuk memperbaiki seluruh jaringan irigasi rusak," kata Usman.
Selain itu, permasalahan turunnya produksi padi terjadi karena adanya alih fungsi lahan. BPS menyebutkan, luas lahan pertanian padi di Kabupaten Cirebon mengalami penyusutan sekitar 9.087 hektare atau 8,18% dalam kurun waktu enam tahun terakhir.
Luas lahan pertanian padi di Kabupaten Cirebon pada 2018 seluas 47.300 hektare. Sementara, hingga September 2024, luas lahan pertanian tersebut tersisa 38.213 hektare.
Alih fungsi lahan adalah suatu hal yang sulit dihindari. Semakin berkembangnya pertumbuhan ekonomi dan pesatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus meningkat.
Proses ini juga sering kali dianggap sebagai penanda berkembangnya suatu wilayah, dimana peningkatan infrastruktur dan fasilitas publik mencerminkan kemajuan dan modernisasi.
"Faktor lain dari alih fungsi lahan adalah perbandingan nilai lahan untuk pertanian dengan nilai lahan untuk properti, perumahan, atau industri. Di banyak wilayah, lahan pertanian seringkali memiliki nilai ekonomis yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan yang digunakan untuk pembangunan perumahan atau fasilitas industri," kata Kepala BPS Jabar Darwis Sitorus, Kamis (7/10/2024).
Menurut Darwis, lahan yang sebelumnya digunakan untuk pertanian dapat mendatangkan keuntungan yang jauh lebih besar ketika dikonversi menjadi perumahan atau kawasan komersial.
Meskipun alih fungsi lahan membawa manfaat ekonomi yang signifikan dan meningkatkan kualitas hidup melalui pembangunan yang lebih baik, hal ini harus dikelola dengan hati-hati untuk mengurangi dampak negatifnya terhadap ketahanan pangan dan lingkungan.