Bisnis.com, GARUT- Penurunan kinerja produksi padi 2022-2023 terjadi juga di Kabupaten Garut. Petani mengkhawatirkan kondisi itu terus berlanjut hingga akhir 2024.
Petani di Garut, Herdiansyah menuturkan selama 2023 ini hanya mampu memproduksi padi sebanyak 510 kilogram. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan produksi 10 tahun lalu yang mampu menembus angka 1 ton.
Menurut Herdiansyah, penurunan tersebut diperkuat dengan mundurnya masa tanam padi dari Januari ke Maret 2024. Cuaca buruk yang terjadi selama awal tahun dan rendahnya alokasi pupuk subsidi menjadi pemicu.
"Waktu dahulu, dalam satu hektare bisa produksi sampai 3 ton. Sekarang lahan satu hektare cuma dapat sembilan kwintal saja," kata Herdiansyah kepada Bisnis.com, Senin (25/3/2024).
Herdiansyah pun meminta kepada pemerintah daerah memperkuat jaminan untuk petani di tengah kondisi sulit.
Jaminan tersebut, lanjutnya, melindungi petani dari kerugian akibat gagal panen, bencana alam, serangan organisme pengganggu pertumbuhan, hingga dampak perubahan iklim.
Baca Juga
"Pemerintah wajib hadir di tengah-tengah petani," ujarnya.
Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS), luas panen padi di Garut mengalami penurunan. Pada 2022, luas lahan pertanian padi mencapai 75.951 hektare. Namun hingga akhir 2023, lahan tersebut mengalami penyusutan hingga ke angka 75.648 hektare.
Di tengah rendahnya angka produksi, petani juga mengeluhkan pupuk subsidi yang langka. Bahkan, stok yang ada justru dijual mahal kepada petani-petani besar.
Menurut Herdiasnyah, setiap tahunnya selalu dihadapkan dengan permasalahan kelangkaan pupuk bersubsidi. Alokasi dari pemerintah diklaim tidak sampai pada petani. minimnya realisasi alokasi kebutuhan subsidi pupuk kepada para petani dianggap menjadi salah satu kelemahan administrasi yang dibangun oleh pemerintah pusat.
"Saya pernah menemukan pupuk-pupuk subsidi yang dijual non subsidi. Pupuknya dijual kepada petani-petani besar. Modusnya selalu begitu setiap tahunnya," kata Herdiansyah.
Minimnya suplai pupuk bersubsidi berkaitan dengan membengkaknya ongkos produksi. Sementara, nilai jual produksi gabah diprediksi bakal anjlok pada musim panen nanti.
"Biaya produksi tinggi, tetapi nilai jual produksinya rendah. Sangat berpengaruh terhadap pendapatan. Bagi saya dan petani, ini sistem yang tidak adil," katanya.