Bisnis.com, BANDUNG—Pembatasan day old chicken (DOC) dinilai menjadi salah satu penyebab harga telur dan daging ayam terkerek naik belakangan ini.
Komar, salah seorang peternak ayam asal Garut mengatakan saat ini sejumlah peternak dihadapkan pada minimnya pasokan DOC atau bibit ayam ke kandang. Minimnya pasokan dikarenakan komoditas tersebut langka dan mahal.
“Kalau di Garut masih termasuk terkendali, tapi Tasikmalaya dan Ciamis yang jadi sentra ayam sudah banyak kancang yang dibatasi DOC-nya,” tuturnya kepada Bisnis, Rabu (28/6/2023).
Kuantitas DOC yang minim membuat produksi ayam makin tertekan. Belum lagi faktor cuaca yang membuat kematian ayam di kandang. “Ayam memang lagi sedikit, cuaca juga berpengaruh pada kesehatan ayam,” tuturnya.
Menurutnya kondisi ini terjadi sejak pandemi Covid-19 dua tahun lalu, perusahaan pemasok DOC dikabarkan banyak merugi sehingga ditempuh kebijakan sistem cutting atau pembatasan DOC pada peternak.
“Istilahnya chick in atau DOC masuk kandang ini selain dibatasi seringkali jadwalnya mundur, karena pabrik penetasan sekarang semakin sedikit. Kalau peternak sistem plasma mungkin tidak akan serepot peternak biasa,” ujarnya.
Komar mengakui dari informasi para peternak ayam di kawasan Tasikmalaya dan Ciamis, jadwal DOC masuk kandang sudah makin tidak jelas dan tidak pasti. “Mereka sudah ngeluh karena jadwal chick in terus mundur,” tuturnya.
Persoalan kenaikan harga daging ayam sendiri dinilai Komar sudah seharusnya terjadi. Sudah sejak lama, harga ayam hidup di tingkat peternak hanya dihargai Rp15.000.
“Idealnya harga daging ayam itu memang di harga Rp40 ribu sampai Rp45 ribu. Sudah tiga tahun tidak naik masalahnya, sekarang naik pasti kaget,” katanya.
Namun dia menilai aksi mogok pedagang daging ayam tidak perlu terjadi. Menurutnya pedagang akan rugi jika opsi ini diambil. “Kalau ayam segar tidak ada, konsumen lari ke daging beku, yang rugi siapa?” pungkasnya.