Bisnis.com, JAKARTA—Setelah 32 tahun berakhirnya pemerintahan diktator di bawah Presiden Ferdinan Marcos, Filipina kini disebut mulai menuju pemerintahan yang sama di bawah dikator Presiden Rodrigo Duterte.
Pada saat negara itu merayakan revolusi "People Power" 1986, lebih dari seribu orang menggelar aksi demo. Mereka mengecam Duterte yang mereka sebut sebagai calon diktator baru.
"Penting bagi kita untuk melihat bahwa pemerintahan ini tidak belajar dari sejarah yang telah mengubur kediktatoran Marcos," ujar pelaku aksi demo bernama Jason Del Rosario sebagaimana dikurtip Reuters, Senin (26/2).
Jason mengatakan kediktatoran yang sama dengan mendian Presiden Marcos mulai terlihat pada rezim saat ini.
Duterte, yang secara terbuka mengaku mengidolakan Marcos dan punya hubungan keluarga dengan keluarganya, mengabaikan perayaan itu. Seperti tahun sebelumnya dia hanya mengeluarkan jakan agar masyarakat menjaga solidaritas dan persatuan.
Duterte saat ini menghadapi gugatan atas kejahatan kemanuisaan ke Mahkamah Kejahatan Internasional karena dinilai memberlakukan “perang” terhadap perdagangan obat terlarang. Sekitar 20.000 orang pelaku kejahatan narkoba diperkirakan terbunuh oleh polisi dan penembakan liar.
Dia juga mendorong amendemen atas Konstitusi 1987 yang disusun setelah kejatuhan Marcos. Dengan cara itu Duterte akan mengubah sistem pemerintah dari negara kesatuan menjadi pemerintahan federal.
Pekan lalu dia melarang seorang wartawan untuk meliput di Istana dan menyatakan dirinya tersinggung dengan pemberitaan perushaan media tersebut. Dia juga sering melakukan seranga verbal kepada wartawan.