Bisnis.com, CIREBON - Perhimpunan Restoran dan Hotel Indonesia (PHRI) Kabupaten Cirebon menyatakan sejumlah kegiatan pemerintahan maupun wisuda yang dilaksanakan di hotel gagal dilaksanakan sepanjang 2025.
Ketua PHRI Kabupaten Cirebon Ida Kartika mengungkapkan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat berdampak langsung pada operasional hotel dan penyedia jasa acara di wilayah Cirebon.
Sejak awal 2025, tingkat pembatalan kegiatan di hotel melonjak tajam, terutama setelah kebijakan larangan rapat dan perjalanan dinas luar kota diberlakukan.
“Sejak Januari sampai Mei itu, kita tidak ada sama sekali kegiatan rapat atau meeting. Biasanya itu ramai sekali, apalagi dari instansi pemerintah, tapi sekarang benar-benar kosong,” kata Ida, Rabu (11/6/2025).
Ida menjelaskan, acara yang terdampak tidak hanya terbatas pada kegiatan pemerintahan seperti rapat dinas atau bimbingan teknis (bimtek), tetapi juga kegiatan masyarakat seperti wisuda sekolah.
Dia mencontohkan sejumlah wilayah yang biasanya aktif melaksanakan wisuda di hotel kini membatalkan seluruh agenda.
Baca Juga
“Wilayah timur seperti di hotel Dedijaya itu ada sembilan sekolah yang sudah membatalkan wisuda. Di Hotel Aston, ada 18 cara wisuda yang dibatalkan. Di Hotel Patra, hampir 90% dari seluruh agenda acara dibatalkan,” ungkapnya.
Menurutnya, keputusan pembatalan tersebut tidak lepas dari kebijakan efisiensi yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto.
Dalam beberapa pidatonya, Prabowo meminta penghematan dalam penggunaan anggaran, termasuk membatasi rapat-rapat dan perjalanan dinas luar kota untuk para ASN.
“Begitu kebijakan itu keluar, langsung terasa dampaknya. Kegiatan yang biasa diadakan pemerintah sekarang tidak ada sama sekali. Kita memang paling banyak bergerak di government event, dan sekarang kita bisa hitung dengan jari berapa yang masih tersisa,” ujar Ida.
Akibat minimnya kegiatan, sektor perhotelan dan event organizer (EO) lokal mengalami tekanan operasional yang besar. Beberapa pelaku usaha bahkan mulai melakukan pengurangan tenaga kerja.
Ida mengaku, hotel-hotel di bawah koordinasi PHRI Cirebon sebelumnya masih mampu merekrut tenaga kerja harian atau sistem casual untuk membantu operasional. Namun saat ini, skema itu sudah tak bisa diberlakukan lagi karena ketiadaan dana operasional.
“Kita biasanya pakai sistem casual, ada juga anak-anak sekolah yang bantu di acara wisuda, tapi sekarang sudah tidak bisa lagi. Kita hanya pakai karyawan tetap yang ada, karena untuk membayar tenaga harian saja kita tidak sanggup,” ujarnya.
Dari sisi keuangan, lanjut Ida, mayoritas hotel kini kesulitan menjaga arus kas tetap stabil. Beberapa hotel sudah mulai mengurangi layanan, menutup sebagian fasilitas, hingga mempertimbangkan penyesuaian gaji.
“Untungnya, kami belum sampai harus menutup hotel atau angkat bendera putih. Masih bertahan, walaupun sudah banyak yang menjerit. Kalau situasi ini berlangsung terus, kita tidak tahu bisa bertahan sampai kapan,” kata Ida dengan nada prihatin.
PHRI Kabupaten Cirebon berharap adanya peninjauan ulang terhadap kebijakan efisiensi yang terlalu ketat, khususnya yang berdampak ke sektor hospitality dan UMKM penunjang kegiatan pemerintahan.
Menurut Ida, sinergi antara kebijakan pusat dan keberlangsungan usaha lokal harus dijaga agar tidak menimbulkan krisis berkepanjangan.
“Kita paham bahwa efisiensi itu penting, tapi kalau semua kegiatan dihentikan total, yang terdampak bukan hanya hotel, tapi juga karyawan, vendor, supplier makanan, hingga tenaga kerja paruh waktu. Ekosistemnya luas,” ujarnya.
Di tengah situasi sulit ini, PHRI Cirebon berusaha bertahan dengan menawarkan paket-paket promosi untuk pasar lokal, serta menggencarkan kolaborasi dengan komunitas untuk membuat kegiatan nonformal yang lebih fleksibel.
Namun, Ida mengakui, upaya itu belum cukup untuk menutup kekosongan pemasukan akibat tiadanya kegiatan skala besar dari pemerintahan.