Bisnis.com, CIREBON- Keluarga korban longsor tambang Gunung Kuda di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat meminta proses pencairan terus diperpanjang. Sementara, proses pencarian yang dilakukan tim SAR gabungan akan selesai pada Kamis (7/5/2025) atau tujuh hari setelah kejadian.
Keluarga para pekerja yang menjadi korban masih setia menunggu di sekitar posko pencarian. Harapan untuk menemukan orang-orang tercinta belum padam.
Sejak peristiwa longsor yang menimbun jalur tambang rakyat itu terjadi, puluhan anggota keluarga korban telah berkumpul di lokasi. Mereka diam di sekitar area tambang, bertahan dalam kondisi cuaca yang tidak menentu, sambil berharap kabar baik datang dari tim penyelamat.
“Sudah mau satu minggu, suami saya belum ditemukan,” kata Euis, suami dari korban Dedi Setiadi (47).
Suaminya, Dedi, merupakan salah satu dari empat penambang yang masih dinyatakan hilang sejak insiden terjadi pada akhir pekan lalu.
Euis menuturkan, suaminya telah bekerja di tambang tersebut selama 17 tahun, dan insiden ini menjadi pukulan berat bagi keluarga mereka.
Baca Juga
“Saya cuma ingin ketemu jasad suami saya. Kalau memang sudah tidak selamat, biarlah kami bisa menguburkannya dengan layak,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Tim SAR menghentikan proses pencarian empat korban yang hilang di tambang batu Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Kepala Kantor SAR Cirebon, Ade Dian Permana, menjelaskan, penghentian sementara operasi pencarian dilakukan karena kondisi di lokasi semakin membahayakan tim penyelamat.
Evaluasi terakhir menunjukkan adanya pergerakan tanah yang sangat signifikan dan berisiko tinggi terhadap keselamatan personel di lapangan.
“Rekomendasi dari tim ESDM menyebutkan batas pergerakan normal adalah 3 sentimeter dalam 30 menit. Namun, hari ini tercatat pergeseran mencapai 4 sentimeter, hanya berjarak 4 meter dari dinding tebing batu,” ujar Ade, Rabu (4/6/2025).
Situasi tersebut, lanjut Ade, membuat Basarnas memutuskan untuk menghentikan sementara proses pencarian. “Kami sangat mengutamakan keselamatan tim. Dengan kondisi ini, risikonya terlalu tinggi,” tegasnya.
Ade juga menjelaskan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan, masa pencarian korban ditetapkan maksimal tujuh hari.
Namun, masa tersebut dapat dipersingkat atau diperpanjang tergantung kondisi lapangan.
“Kalau situasi membahayakan petugas, pencarian bisa dihentikan lebih awal. Begitu juga jika kondisi memungkinkan, pencarian bisa diperpanjang,” tambahnya.
Hingga saat ini, belum ditemukan tanda-tanda keberadaan korban, termasuk aroma khas yang biasa muncul dari jenazah. Hal itu diduga karena korban terjebak di bawah timbunan material longsor setebal 5 hingga 10 meter.
“Kondisi medan sangat berat. Material longsor tebal, dan ada potensi longsor susulan. Ini yang menjadi pertimbangan utama kami dalam pengambilan keputusan,” tutup Ade.
Empat penambang belum ditemukan sejak insiden memilukan yang terjadi pada Jumat siang (30/5/2025) atau beberapa hari setelah hujan deras terus mengguyur wilayah tersebut dan menyebabkan tebing batu runtuh.
Adapun empat korban yang masih hilang adalah Muniah (45 tahun), warga Desa Cikeduk, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon; Heri Santono alias Tono bin Sardiman (60 tahun), warga Blok Gambir RT 004 RW 009 Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang;
Kemudian Dedi Setiadi (47 tahun), warga Desa Cikalahang, Kecamatan Dukupuntang; dan Nurhakiman (51 tahun), warga Desa Girinata, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon.
Sementara itu, korban yang telah ditemukan dalam kondisi meninggal dunia adalah Andri (41), Sukadi (48), Sunari (47), Sukendra (7), Dendi Hirnawan (40), Sarwah (36), Rusyaya (48), Rion Firmansyah (18), Rino Ahmad (28), Ikad Budiasro (47).
Kemudian, Tini (46), Wastoni Hamzah (25), Warasih (45), Suparta (42), Surani Darya (47), Satria bin Jumiar (44), Sundari (30), Nalo Sanjaya (53), Wahyu Galih (26), Sudiono (51), dan Puji Siswanto (50).
Para korban berasal dari berbagai wilayah di Kabupaten Cirebon dan sekitarnya, termasuk dari Bandung, Kuningan, Indramayu, dan Majalengka.