Bisnis.com, MAJALENGKA - Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel di Kabupaten Majalengka pada Maret 2025 mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.
Berdasarkan data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Majalengka, TPK pada bulan ketiga tahun ini tercatat hanya 26,81%, turun sebesar 3,12 poin dari Februari 2025 yang mencatatkan angka 30,14%.
Kepala BPS Kabupaten Majalengka Joni Kasmuri menyebutkan penurunan ini terjadi pada seluruh kategori hotel, baik bintang maupun nonbintang.
Tren ini, kata Joni, perlu menjadi perhatian bagi pelaku usaha perhotelan serta pemerintah daerah dalam menyusun strategi penguatan sektor pariwisata.
"Penurunan TPK ini bisa menjadi sinyal bahwa sektor pariwisata dan perhotelan kita belum sepenuhnya pulih. Beberapa faktor eksternal dan internal kemungkinan memengaruhi rendahnya okupansi hotel di bulan Maret," ujar Joni, Kamis (8/5/2025).
Lebih lanjut, Joni memerinci bahwa hotel berbintang mencatat TPK sebesar 27,99% pada Maret 2025. Angka ini mengalami penurunan cukup signifikan, yakni 4,44 poin dibandingkan Februari 2025 yang mencapai 32,43%.
Baca Juga
Sementara itu, hotel nonbintang mencatatkan TPK sebesar 24,18%, juga mengalami penurunan meski lebih kecil, yaitu 1,09 poin dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 25,27%.
Menurut Joni, tren penurunan ini sejatinya bukan hal baru, namun tetap harus dicermati.
"Dalam dua tahun terakhir, TPK di Majalengka cenderung fluktuatif. Namun, penurunan selama dua bulan berturut-turut menandakan perlunya intervensi kebijakan yang lebih serius untuk menggerakkan industri pariwisata," jelasnya.
BPS juga mencatat data rata-rata lama menginap tamu di hotel berbintang dan nonbintang. Pada hotel berbintang, rata-rata lama menginap tamu pada Maret 2025 adalah 1,13 malam.
Sedangkan di hotel nonbintang, durasi menginap tercatat hanya 1,01 malam. Angka ini menunjukkan bahwa mayoritas tamu yang datang ke Majalengka hanya melakukan perjalanan singkat, yang kemungkinan besar terkait dengan perjalanan bisnis atau keperluan transit semata.
"Tingginya angka tamu menginap dalam durasi pendek ini menunjukkan belum kuatnya daya tarik wisata lokal yang mampu menahan wisatawan untuk tinggal lebih lama. Ini bisa menjadi bahan evaluasi untuk pengembangan paket wisata dan promosi destinasi," tutur Joni.
Sementara itu, dari sisi asal tamu, data BPS juga menunjukkan rata-rata lama menginap tamu asing pada Maret 2025 hanya 1,02 malam.
Sementara tamu domestik tercatat menginap rata-rata 1,08 malam. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun wisatawan asing sudah mulai hadir, namun jumlahnya belum signifikan dan lama tinggal mereka juga masih sangat terbatas.
"Ini bisa jadi cerminan bahwa infrastruktur dan promosi wisata Majalengka di mata wisatawan mancanegara masih belum optimal. Kita perlu perkuat kerja sama dengan pelaku industri pariwisata nasional, termasuk maskapai dan agen perjalanan," ujar Joni.
Sebagai salah satu daerah penyangga kawasan segitiga emas Cirebon-Indramayu-Majalengka, kabupaten ini sebenarnya memiliki potensi besar di sektor pariwisata.
Kehadiran Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati seharusnya menjadi pintu masuk wisatawan domestik dan mancanegara untuk menjelajahi berbagai objek wisata di Majalengka, seperti Terasering Panyaweuyan, Curug Muara Jaya, Gunung Ciremai, hingga situs budaya dan religi.
Namun, menurut Joni, keberadaan bandara tersebut belum secara otomatis meningkatkan angka kunjungan wisatawan. "Masih ada pekerjaan rumah besar terkait konektivitas transportasi lokal, fasilitas penunjang, serta promosi yang masif. Tanpa itu, bandara besar pun tidak akan berdampak signifikan terhadap sektor hotel," ungkapnya.
Ia juga mengingatkan bahwa kinerja sektor perhotelan menjadi indikator penting dalam mengukur geliat ekonomi lokal, khususnya dalam kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di bidang jasa.
"Kami berharap data ini menjadi acuan penting bagi dinas terkait untuk menetapkan kebijakan promosi pariwisata yang lebih terarah. Karena jika okupansi hotel terus menurun, tentu akan berdampak pada pelaku UMKM, kuliner, transportasi, dan sektor lain yang bergantung pada pergerakan wisatawan," ujarnya.