Bisnis.com, CIREBON - Sebagian besar petani garam di Kabupaten Indramayu masih menghasilkan garam yang bergantung kepada kebutuhan pabrik. Hal tersebut mengakibatkan harga garam tidak mengalami peningkatan.
Ketua Koperasi Garam Inti Rakyat (GIR) Sari Bobos Indramayu Amin Muhaimin menjelaskan untuk mendukung produksi garam kemasan saat ini masih menunggu surat izin dari pihak terkait.
"Perizinan masih diurus oleh, salah satunya izin edar dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)," kata Amin di Kabupaten Indramayu, Minggu (13/3/2021).
Washing plant atau unit pengolahan garam di Kabupaten Indramayu, terdapat di Kecamatan Kerangkeng yang merupakan bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mendorong produktivitas garam lokal Indramayu.
Fasilitas tersebut merupakan bantuan dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dibangun pada tahun lalu. Kapasitas produksi washing plant ini mencapai 20 ton per hari.
Amin mengatakan, garam yang diproduksi di washing plan memiliki nilai Rp1.800 per kilogramnya. Sehingga, para petani bisa meraup keuntungan Rp600 setiap satu kilogramnya.
"Terbukti mendorong produktivitas pergaraman di Indramayu. Tadinya, petambak mengeluhkan biaya produksi yang lebih tinggi dibanding harga jual garam," katanya.
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Wahyu Trenggono mengatakan, produksi garam di Kabupaten Indramayu mencapai 361.000 ton pada tahun lalu. Sayang, lantaran hanya dijual ke pabrik-pabrik untuk diolah lagi menjadi garam kemasan.
Akibatnya, kata Menteri KKP, setiap tahun ada saja garam yang tersimpan di gudang sebab pabrik juga memiliki keterbatasan dalam melakukan pengolahan. Tercatat, ada 37.000 ton garam menumpuk.
"Kalau gitu dikemas supaya bisa langsung dijual ke pasar, bukan hanya dijual ke pabrik," ujar Menteri Trenggono. (K45)