Bisnis.com, JAKARTA - Seringnya Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten terlibat dalam kredit fiktif diyakini akan mempengaruhi pergerakan harga saham emiten bersandi BJBR itu.
Sejak 2013, pihak kepolisian berhasil mengungkap empat kredit fiktif yang berkaitan dengan Bank BJB maupun entitas anak, yakni Bank BJB Syariah. Hal ini akan menjadi sentimen negatif terhadap pergerakan harga saham perseroan
"Itu otomatis. Tidak hanya BJBR, semua emiten jika terkena kasus pasti juga akan berdampak ke pergerakan harga saham. Minimal psikologi investor terkena," kata Kepala Riset Narada Asset Management Kiswoyo Adi Joe saat dihubungi, Kamis (21/3/2019).
Pemulihan harga saham, sambung Kiswoyo, akan terjadi jika BJBR mampu memulihkan kinerja keuangan, yakni dengan mengembalikan dana yang hilang karena kredit fiktif itu.
Sehingga, kekhawatiran investor terhadap fundamental perseroan bisa terbantahkan dengan kondisi keuangan yang baik. "Kalau dana yang hilang sudah kembali, dan kinerja perseroan baik, investor akan kembali percaya diri."
Di sisi lain, dia menilai harga saham BJBR termasuk kemahalan. Kata dia, harga normal untuk saham emiten tersebut berada di kisaran Rp1.200 hingga Rp1.500 sehingga tingkat likuiditas di pasar terus terjaga. Pada perdagangan hari ini, saham BJBR ditutup menguat 0,49% ke posisi Rp2.070.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, setidaknya terdapat empat kasus kredit fiktif Bank BJB dalam 10 tahun terakhir.
Yakni kredit bermasalah di Bank BJB Cabang Sukajadi Bandung pada 2008-2010, kredit fiktif Bank BJB Cabang Surabaya pada 2013, kredit fiktif Bank BJB Cabang Sukabumi pada 2012, dan kredit fiktif Bank BJB Syariah pada 2014-2016.