Bisnis.com, BANDUNG - Calon Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menampung sejumlah aspirasi petani garam di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Desa Dadap, Indramayu, Selasa (24/4).
Menurut salah seorang petani garam, Yudi, pihaknya mengeluhkan soal budidaya garam yang menjadi potensi desa itu, tapi masih dikelola secara konvensional sehingga kurang berkembang. Mereka ingin ada teknologi mutakhir sehingga tak mengandalkan matahari.
"Kalau tidak ada matahari, maka kami tidak produksi garam. Kami ingin Pak Ridwan Kamil bawa teknologi ke desa kami, agar garam bisa diproduksi terus tanpa harus mengandalkan matahari dan tanpa membutuhkan lahan yang banyak," kata Yudi, dalam keterangan resmi pasangan Rindu (Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum), Selasa (24/4).
Para pelaku petani garam, kata dia, kebanyakan para nelayan tua yang sudah tidak sanggup lagi melaut. Mereka tergabung dalam UKM petani garam, namun usahanya kurang berkembang karena terkendala modal yang tidak sedikit.
"Kami juga ingin Pak Ridwan memberikan bantuan modal untuk petani garam," harap Yudi.
Terkait persoalan garam yang menjadi potensi desa ini, Ridwan Kamil menyebut memang adanya masalah kurang modal dan teknologi serta pengelolaan bisnisnya.
Untuk itu, pihaknya mempunyai program satu desa, satu perusahaan untuk memecah persoalan itu. Ini untuk memberdayakan petani garam yang sudah tua agar bisa tetap berpenghasilan dengan bisnis ikan asin dan produksi garamnya.
Pria yang kerap disapa Emil menjelaskan, modal untuk program satu desa satu perusahaan akan didukung oleh kredit mesra (Mesjid Sejahtera), yakni kredit tanpa bunga, tanpa agunan, dengan nilai pinjaman maksimal Rp30 juta. Program ini bekerja sama dengan BPR.
"Warga yang mau pinjam tinggal datang ke mesjid, minta rekomendasi ketua DKM," ucap Wali Kota Bandung nonaktif ini.
Emil mengungkapkan, warga Desa Dadap harus ada kegiatan bisnis yang mensejahterakan warga desa. Sehingga orang desa tidak harus urbanisasi ke kota. Dia mencontohkan, konsep warga desa Mandiri di Cirebon.
Menurut dia, warga di desa itu mengumpulkan sampah plastik, yang kemudian dicacah, lalu dijual. Dari penjualan cacahan plastik itu, mereka mengantongi pendapatannya sekitar Rp2 juta - Rp3 juta.
"Karena desa memberikan pekerjaan dan penghasilan yang tidak kalah dengan orang kota," ucap Emil.