Bisnis.com, BANDUNG- Penerimaan pajak untuk wilayah DJP Jabar I pada tahun ini ditarget sebesar Rp32,4 triliun.
Sejalan dengan itu, tingkat kepatuhan pelaporan SPT pada tahun inipun dipatok 75% dari total 1,1 juta wajib pajak. Pada tahun lalu, tingkat kepatuhan tersebut hanya sebesar 68%, atau sekitar 794.777 wajib pajak.
Kakanwil DJP Jabar I Yoyok Satiotomo mengungkapkan pada tahun lalu, realisasi penerimaan pajak mencapai 90% dari target yang dipatok. Nilai itu sebesar Rp26,1 triliun, sehingga pencapaian target pada tahun inipun termasuk tinggi dibandingkan realisasi.
Yoyok mengungkapkan wilayah DJP Jabar I, cukup potensial bagi penerimaan pajak. Asalkan, katanya, para wajib pajak baik individu ataupun badan, yang eksisting seluruhnya patuh melaporkan SPT.
Di sisi lain, guna menggenjot tingkat kepatuhan itu, DJP Jabar I gencar melakukan sosialisasi dan edukasi kepada para pengusaha. Salah satu strategi itu, katanya, adalah mengajak Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jabar dan asosiasi pengusaha lainnya.
“Kami melakukan jemput bola, mendatangi para pelaku usaha guna membahas segala permasalahan, termasuk ke Kadin,” katanya, Kamis (15/3).
Pada kesempatan sama, Ketua Kadin Jabar Agung Suryamal mengungkapkan sejauh ini wajib pajak yang berlatar belakang pengusaha amat membutuhkan dukungan pemerintah. Menurutnya, selain informasi dan kemudahan dalam hal perpajakan, pengusaha memerlukan lingkungan kondusif untuk menggulirkan roda perekonomian.
Dia mengatakan, pemerintah, khususnya provinsi dan daerah harus sensitif terhadap keluhan para pengusaha. Sebab, tegas Agung, dengan membantu kemudahan berusaha dan penyediaan infrastruktur penunjang, pemerintah akan menikmati hasil berupa kenaikan pajak.
“Jika pengurusan SIUPP lebih mudah, bakal lebih banyak pengusaha yang mendirikan usaha, dengan begitu perekonomian berjalan, dan pajak akan meningkat,” kata Agung.
SOSIALISASI
Di sisi lain, para pelaku usaha membutuhkan banyak sosialisasi regulasi pajak terkini, terutama seputar implementasi beleid anyar seperti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang (Perpu) sebagai dasar implementasi Automatic Exchange of Information (AEoI).
Sejauh ini, pemerintah terus melakukan persiapan dan pembahasan Perppu itu yang mencakup dari sisi standar common reporting serta sejumlah ketentuan yang sudah disepakati terkait implementasi hal itu. Konsekuensi dari penerapan aturan itu, data perbankan para nasabah kelak dapat diakses otoritas pajak.
Agung menyimpulkan sosialisasi itu dibutuhkan agar para pelaku usaha tidak risau terkait penerapan beleid. “Sejauh ini belum ada sosialisasi yang massif, perbankan harus aktif,” katanya.
Terkait hal itu, Yoyok mengungkapkan penerapan aturan itu seharusnya tidak membuat pelaku usaha cemas. Menurutnya, keterbukaan informasi perbankan akan berguna bagi pemerintah terutama dalam hal penerapan kebijakan pajak yang adil.
“Sayangnya, belum semua pelaku usaha mendapatkan informasi komprehensif, bahkan sudah banyak yang menyimpan dananya di rumah karena isu penerapan regulasi itu,” tutupnya.