Bisnis.com, CIREBON - Jumlah penumpang domestik di Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati mengalami penurunan drastis pada Mei 2025.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, hanya 1.511 orang yang menggunakan layanan penerbangan dari dan ke Kertajati sepanjang bulan tersebut, anjlok 89,63 dibandingkan periode sama tahun lalu.
Kepala BPS Jawa Barat Darwis Sitorus menyatakan penurunan ini mencerminkan perubahan dinamika penerbangan dan distribusi rute yang masih belum stabil pasca pengalihan sejumlah rute dari Bandara Husein Sastranegara ke Kertajati pada 2023.
“Penurunan penumpang sebesar 89,63 persen secara tahunan adalah angka yang sangat signifikan. Ini menunjukkan bahwa Kertajati belum sepenuhnya menjadi pusat gravitasi baru untuk lalu lintas udara di Jawa Barat, meskipun secara infrastruktur sangat memadai,” ujarnya, Rabu (2/7/2025).
Tak hanya secara tahunan, tren bulanan juga menunjukkan penurunan tajam. Pada April 2025, jumlah penumpang di Kertajati tercatat sebanyak 5.021 orang, namun di Mei 2025 turun menjadi hanya 1.511 orang. Artinya, dalam kurun satu bulan, terjadi penurunan sebesar 69,91%.
Darwis mengungkapkan, penurunan tersebut bisa dikaitkan dengan berakhirnya masa libur Lebaran yang biasanya memicu lonjakan arus mudik dan balik.
Baca Juga
"April adalah puncak mobilitas karena momentum lebaran. Mei ini adalah masa normalisasi, namun angka yang turun sedalam ini tetap menjadi sinyal untuk dievaluasi oleh para pemangku kebijakan transportasi,” katanya.
Lebih lanjut, secara kumulatif selama lima bulan pertama tahun 2025, jumlah penumpang di Bandara Kertajati hanya mencapai 19.349 orang. Jumlah itu merosot 74,99% dibandingkan periode Januari hingga Mei 2024 yang mencapai 77.372 orang.
Menurut BPS, ada beberapa faktor yang memengaruhi drastisnya penurunan ini.
Di antaranya keterbatasan jumlah maskapai yang beroperasi secara reguler di Kertajati, minimnya konektivitas transportasi dari dan ke kawasan urban utama seperti Bandung Raya, serta preferensi masyarakat yang masih memilih moda transportasi darat atau penerbangan dari bandara alternatif.
“Letak Kertajati memang strategis jika dilihat dari sisi potensi wilayah, namun konektivitas angkutan pendukung harus optimal. Jika akses ke bandara masih menyulitkan masyarakat, maka okupansi pesawat pun ikut terdampak,” jelas Darwis.
Meski demikian, Darwis menilai masih ada potensi pertumbuhan ke depan, terutama jika BIJB mampu menarik penerbangan langsung internasional dan menjalin kerjasama dengan maskapai besar.
Selain itu, pembangunan infrastruktur seperti kereta cepat dan jalan tol yang menghubungkan Bandung dengan Kertajati juga bisa mempercepat pertumbuhan jumlah penumpang di masa mendatang.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebelumnya memang telah menaruh harapan besar terhadap Bandara Kertajati sebagai simpul logistik dan mobilitas udara. Namun, realisasi di lapangan masih menghadapi tantangan teknis dan preferensi masyarakat yang belum beralih sepenuhnya.
Di sisi lain, sejumlah bandara kecil seperti Nusawiru justru menunjukkan tren positif meski skalanya masih jauh di bawah Kertajati. Ini menandakan pentingnya adaptasi layanan dan fleksibilitas jadwal yang bisa lebih disesuaikan dengan kebutuhan lokal.