Bisnis.com, CIREBON - Kepolisian Resor Kota (Polresta) Cirebon menutup aktivitas pertambangan di wilayah Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon, Kamis (19/6/2025).
Hal itu terjadi karena perusahaan pengelola tambang di wilayah itu tidak memiliki dokumen persetujuan lingkungan dan belum memiliki dokumen penataan tambang.
Dua dokumen tersebut merupakan syarat wajib yang harus dipenuhi dalam operasional kegiatan pertambangan, meski pemilik tambang sudah mengantongi izin utama berupa Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB).
Kapolresta Cirebon Kombes Sumarni mengatakan perusahaan yang lalai terhadap kewajibannya itu adalah CV Bakti Agung Jaya yang berlokasi di Desa Patapan, Kecamatan Beber. Akibatnya, polisi terpaksa memasang garis polisi (police line) dan menghentikan seluruh kegiatan tambang secara menyeluruh.
"Dari hasil pengecekan di lapangan, diketahui perusahaan tambang tersebut telah beroperasi aktif dengan menggunakan tiga alat berat jenis excavator dan didapati sebanyak 38 truk pengangkut material sedang mengantri di lokasi. Aktivitas tersebut dinilai membahayakan karena tidak dilengkapi dengan dokumen pengelolaan lingkungan yang wajib dimiliki setiap pelaku usaha pertambangan," kata Sumarni.
"Penutupan ini kami lakukan sebagai langkah preventif untuk mencegah dampak kerusakan lingkungan maupun potensi bencana seperti longsor. Dokumen lingkungan merupakan aspek fundamental yang tidak boleh diabaikan," ujar Kapolresta Cirebon Kombes Pol Sumarni kepada wartawan.
Baca Juga
Dalam operasi tersebut, aparat turut mengamankan empat orang untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Mereka adalah H (28), operator excavator asal Indramayu; S (34), operator asal Majalengka; S (40), operator asal Greged; serta ER (33), Komisaris CV Bakti Agung Jaya yang merupakan warga Perum Kota Alam, Beber.
Sementara itu, para sopir truk pengangkut material juga didata dan dimintai keterangan terkait alur distribusi hasil galian.
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, perusahaan tersebut telah menjalankan aktivitas pertambangan batuan tanpa menyelesaikan kewajiban administratif berupa dokumen persetujuan lingkungan hidup dan dokumen rencana penataan pascatambang.
Ketiadaan kedua dokumen tersebut membuat aktivitas tambang dianggap melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kepolisian juga mencatat, material urugan dari lokasi tambang tersebut dikirim ke berbagai tujuan, baik proyek perumahan maupun permintaan dari pihak perorangan.
"Karena tidak ada pemantauan resmi terhadap distribusi dan dampak lingkungannya, risiko pencemaran maupun ketidaksesuaian penggunaan lahan dinilai cukup tinggi," kata Sumarni.
Sumarni menegaskan, Polresta Cirebon akan terus melakukan pemantauan terhadap aktivitas pertambangan di wilayah hukumnya, khususnya yang belum memenuhi persyaratan legal. Koordinasi dengan sejumlah instansi juga dilakukan untuk memastikan penanganan dilakukan secara menyeluruh dan lintas sektor.
“Kami tidak akan mentolerir aktivitas tambang yang melanggar aturan, karena ini menyangkut keselamatan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan. Koordinasi dengan instansi terkait seperti dinas lingkungan hidup dan dinas pertambangan telah kami jalankan untuk langkah lanjutan,” tegas Kombes Pol Sumarni.
Pihak kepolisian juga menilai, praktik tambang tanpa dokumen lingkungan bukan hanya pelanggaran administratif, melainkan juga ancaman nyata bagi stabilitas ekosistem dan keamanan warga sekitar.
Langkah penyegelan tambang dinilai sebagai bentuk komitmen aparat dalam mencegah terulangnya insiden yang berujung korban jiwa akibat pengabaian regulasi pertambangan.
Sebagai bagian dari proses penegakan hukum, dokumen dan alat berat di lokasi tambang turut didokumentasikan untuk keperluan penyelidikan lebih lanjut. Sementara itu, pihak CV Bakti Agung Jaya akan dimintai pertanggungjawaban atas kegiatan operasionalnya yang belum sesuai dengan standar perizinan.