Bisnis.com, CIREBON- Pemerintah Kota Cirebon mengklaim telah melakukan perbaikan terhadap 2.400 unit rumah tidak layak huni (rutilahu) sepanjang periode 2021 hingga 2024.
Upaya ini disebut sebagai bagian dari komitmen pemerintah dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan rendah yang tinggal di kawasan perkotaan.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Kota Cirebon, Wandi Sofyan menyampaikanz jumlah tersebut merupakan hampir setengah dari total rumah tak layak huni yang telah terdata di Kota Cirebon.
“Dari lebih 5.000 rumah yang sudah terdata, hampir separuhnya telah diperbaiki secara bertahap. Ini menunjukkan progres yang cukup signifikan dalam waktu tiga tahun terakhir,” kata Wandi, Kamis (19/6/2025).
Program rutilahu ini dijalankan dengan pendekatan kolaboratif lintas pendanaan. Selain mengandalkan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kota Cirebon, perbaikan rumah juga mendapat suntikan dana dari APBD Provinsi Jawa Barat dan pemerintah pusat.
Namun tak hanya dana publik yang dilibatkan. Pemerintah Kota Cirebon juga membuka ruang partisipasi dari sektor swasta melalui skema corporate social responsibility (CSR), serta mengandalkan bantuan dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Cirebon.
Baca Juga
“Kontribusi dari berbagai pihak itulah yang menjadi kunci keberhasilan program ini. Pendanaan dari CSR dan Baznas sangat membantu ketika APBD terbatas,” ujar Wandi.
Ia menambahkan, program ini menjadi lebih fleksibel karena beberapa sumber dana, terutama CSR, memiliki keleluasaan dalam penentuan besaran bantuan. Contohnya, pada 2023, terdapat satu kasus di mana sebuah rumah mendapat bantuan renovasi senilai Rp80 juta yang seluruhnya bersumber dari CSR.
“Ini jauh melampaui batas bantuan dari APBD yang maksimal hanya Rp15 juta per unit,” jelasnya.
Program perbaikan rutilahu umumnya berbentuk bantuan stimulan. Dari dana yang disalurkan pemerintah daerah, pembagian penggunaannya telah ditentukan sekitar 70% dialokasikan untuk pembelian material bangunan, dan sisanya untuk biaya tukang atau pekerja.
Bantuan dari pemerintah provinsi maupun pusat juga memiliki plafon serupa, yakni maksimal Rp20 juta per unit rumah.
DPRKP juga membuka opsi pemanfaatan dana pokok-pokok pikiran (Pokir) dari anggota DPRD Kota Cirebon untuk menunjang program ini.
Menurut Wandi, pendekatan ini dirancang agar para wakil rakyat dapat menyalurkan bantuan kepada konstituen mereka yang membutuhkan, tanpa menimbulkan tumpang tindih pendanaan atau intervensi di luar sasaran.
“Dengan sistem basis data yang kami miliki, Pokir bisa diarahkan tepat sasaran. Ini membantu anggota DPRD menjawab kebutuhan warga di dapil masing-masing,” katanya.
Meski begitu, Wandi mengakui masih terdapat kasus yang tidak bisa ditangani dengan mekanisme reguler.
Rumah yang mengalami kerusakan berat atau roboh di kawasan perumahan, misalnya, tidak termasuk kategori bantuan stimulan. Untuk kasus seperti ini, DPRKP biasanya menyerahkannya ke Baznas.
Untuk tahun anggaran 2025, DPRKP menargetkan intervensi terhadap sedikitnya 242 rumah tidak layak huni. Rinciannya, 162 rumah akan dibiayai dari APBD Kota Cirebon, sedangkan 80 unit lainnya dari APBD Provinsi Jawa Barat.
Sementara dari pemerintah pusat, meskipun belum ada penetapan resmi, disebutkan bahwa Kota Cirebon mungkin akan mendapat kuota sekitar 100 rumah.
Namun demikian, Wandi menegaskan pihaknya telah mengirimkan data lebih dari 1.600 rumah kepada pemerintah pusat. Hal ini dilakukan sebagai bentuk antisipasi jika nantinya ada tambahan kuota atau anggaran dari kementerian terkait.
“Kita tidak ingin menunggu. Data sudah kami siapkan untuk 1.600 rumah, sehingga kalau pusat memberikan kuota lebih, kita bisa langsung tindak lanjuti,” ujarnya.