Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PMI Cirebon Sumbang Remitansi Rp660 Miliar per Tahun

Berdasarkan data Kementerian P2MI, setidaknya ada lebih dari 70.000 warga asal Cirebon yang saat ini bekerja di berbagai negara.
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (28/4/2025). /Bisnis-Ni Luh Anggela
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (28/4/2025). /Bisnis-Ni Luh Anggela

Bisnis.com, CIREBON - Kabupaten Cirebon mencatat angka remitansi fantastis dari para pekerja migran Indonesia (PMI). Dalam satu tahun terakhir, aliran uang dari para PMI asal Cirebon ke kampung halaman diperkirakan mencapai Rp660 miliar. 

Angka ini didasarkan pada jumlah PMI yang bekerja di luar negeri dan rerata pengiriman uang bulanan mereka kepada keluarga di tanah air.

Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Kading mengungkapkan potensi remitansi dari para pekerja migran di Kabupaten Cirebon sangat besar jika dikelola dengan baik.

Berdasarkan data Kementerian, setidaknya ada lebih dari 70.000 warga asal Cirebon yang saat ini bekerja di berbagai negara. Dari jumlah tersebut, sekitar 11.000 orang diberangkatkan ke luar negeri hanya dalam satu tahun terakhir.

"Kalau setiap pekerja mengirimkan Rp5 juta per bulan kepada keluarganya, maka Cirebon menerima Rp55 miliar per bulan. Kalau dikalikan 12 bulan, itu sudah Rp660 miliar per tahun. Angka ini luar biasa. Mana ada sektor lain yang bisa menyumbang uang sebesar itu ke daerah dalam setahun?" ujar Abdul Kadir, Senin (19/5/2025).

Menurut dia, keberadaan PMI tak hanya menyumbang pada perekonomian keluarga secara mikro, tetapi juga berdampak besar secara makro terhadap perekonomian daerah. Oleh karena itu, dia mendorong Pemerintah Kabupaten Cirebon untuk lebih serius dalam menyiapkan para calon pekerja migran dengan pelatihan yang sistematis.

Abdul Kadir menekankan pentingnya membedakan pelatihan bagi pekerja dalam negeri dan luar negeri. 

Menurutnya, calon PMI harus dilatih dengan kurikulum dan modul yang diambil langsung dari negara tujuan seperti Korea Selatan dan Jepang. Bila perlu, pelatih dan instruktur didatangkan langsung dari negara tersebut.

Ia mencontohkan perbedaan besar dari segi penghasilan antara bekerja di dalam negeri dan luar negeri. UMK Kabupaten Cirebon saat ini sebesar Rp2,6 juta. Sedangkan untuk pekerjaan seperti tukang las (welder) di Korea, gaji terendah bisa mencapai Rp15 juta per bulan.

“Artinya, kalau kita bekerja di Cirebon butuh empat sampai lima bulan untuk menyamai gaji satu bulan di Korea. Ini jadi pertimbangan banyak warga memilih menjadi PMI,” jelas Abdul Kadir.

Meski demikian, ia mengingatkan bahwa tingginya minat bekerja ke luar negeri juga diiringi oleh berbagai risiko, terutama jika calon PMI berangkat secara non-prosedural. Berdasarkan data P2MI, sebanyak 95 persen permasalahan yang dialami PMI di luar negeri berasal dari keberangkatan ilegal atau melalui calo.

"Yang ilegal ini yang jadi masalah. Berangkat lewat calo, tidak ada pelatihan, tidak ada perlindungan. Kadang mereka ditipu, diperas, dan dipaksa bekerja di tempat-tempat berisiko," ujarnya.

Abdul Kadir mencontohkan kasus seorang calo yang dulunya rekan dari salah satu pejabat daerah. Orang tersebut sempat menarik biaya Rp8 juta dari satu calon PMI. Tak berhenti di situ, PMI tersebut tetap dimintai setoran meski sudah bekerja di luar negeri.

P2MI, lanjut Abdul Kadir, telah bekerja sama dengan kepolisian dan pemerintah desa untuk memperkuat sosialisasi serta mendorong penegakan hukum terhadap jaringan percaloan. 

Ia juga mengingatkan bahwa banyak modus baru dalam pengiriman ilegal PMI, seperti visa turis ke Kamboja, Myanmar, atau Thailand, yang sebenarnya bukan negara penempatan resmi Indonesia.

"Bayangkan, orang miskin sudah bayar Rp8 juta, terus ditagih terus-terusan. Ini seperti perbudakan modern. Maka kita harus berani menindak tegas calo-calo seperti ini,” tegasnya.

Oleh sebab itu, dia menegaskan bahwa pendekatan terbaik adalah dengan memperkuat pendidikan dan informasi di tingkat desa agar masyarakat tidak mudah tergoda dengan iming-iming gaji besar dari media sosial atau oknum tak bertanggung jawab.

"Yang resmi itu mudah kok, lebih aman dan terjamin. Justru yang lewat calo, risikonya tinggi. Kita akan terus sosialisasi, dan jika ada perusahaan penempatan nakal, saya akan bekukan izinnya," tegasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hakim Baihaqi
Editor : Ajijah
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper