Bisnis.com, BANDUNG--Perjanjian kerja sama antara Pemprov Jawa Barat dengan TNI Angkatan Darat dikritik karena dikhawatirkan munculnya dwifungsi di tubuh TNI AD.
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi mengatakan yang terikat UU TNI dalam perjanjian kerja sama ini adalah TNI AD. Sehingga, terkait tindak lanjut kerja sama pihaknya menunggu dari KSAD.
"Kan KSAD yang terjerat undang-undangnya kita lihat dari fakta, kegiatan yang hari ini dilakukan bersama TNI itu kegiatan yang biasa dilakukan saya ketika jadi bupati ada karya bakti kerja sama dengan TNI," ujarnya di Bandung, Selasa (25/3/2025).
Dia sendiri menilai kerja sama dengan TNI tidak masalah, mengingat sudah biasa dilakukan saat dirinya masih menjadi Bupati Purwakarta. Salah satu yang dikerjasamakan yaitu berkaitan dengan kemanusiaan dan kesejahteraan masyarakat.
"Di Purwakarta namanya TNI Manunggal Satata Sariksa, jadi bukan persoalan baru, ketika kemarin terjadi banjir di kota Bekasi, Bogor. TNI tidak harus menunggu PP untuk kemanusiaan? TNI turun ngangkatin emak-emak dari rumah ada yang kebakaran ikut memadamkan api menggunakan seragam," katanya.
Menurutnya urusan UU TNI dan kemanusiaan tidak bisa dicampuradukan karena bisa menghambat penanganan darurat di lapangan.
Baca Juga
"Nanti kalau ada bencana kemudian ada rumah roboh, tebing yang rontok, air bah melimpah, TNI kemudian tidak mau turun karena PP belum keluar," tambahnya.
Dedi berpandangan, selama menyangkut soal kemanusiaan dan lebih menghemat anggaran, maka tidak menjadi soal menggandeng TNI AD dengan catatan tidak melanggar peraturan UU.
"Bagi saya adalah, operasi kemanusiaan, operasi kepentingan rakyat ya tidak usah ragu selama tidak bertentangan dengan UU dan itu efisien bagi pengelolaan keuangan daerah dan bermanfaat bagi masyarakat ya maju terus," katanya.
Jika melihat dokumen perjanjian kerjasamanya, peran TNI tidak sebatas bantuan saat bencana dan pengawasan seperti yang disampaikan Dedi Mulyadi.
Kerja sama yang ditandatangani oleh Gubernur Jabar Dedi Mulyadi dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Maruli Simanjuntak ini, dilakukan di Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad), Jakarta Pusat, Jumat 14 Maret 2025, jauh sebelum Pemerintah Pusat dan DPR RI mengesahkan UU TNI pada 20 Maret 2025.
Perjanjian kerja sama bernama "Sinergi TNI AD Manunggal Karya Bakti Skala Besar Pembangunan Daerah di Provinsi Jawa Barat" ini memiliki durasi dua tahun.
Dalam dokumen perjanjian, terdapat 27 pasal yang mengatur tentang peran dan fungsi TNI dalam setiap program Provinsi Jabar.
Pada Pasal 4, secara rinci menjelaskan ruang lingkup program yang akan dikerjasamakan antara Pemprov Jabar dengan TNI AD diantaranya
1. Penyelenggaraan jalan, jembatan, dan irigasi.
2. Kegiatan pengelolaan SDA dan drainase
3. Giat ketahanan pangan.
4. Pengelolaan sampah dan pelestarian lingkungan hidup
5. Pencegahan kejahatan lingkungan
6. Pelatihan karakter bela negara
7. Perbaikan rumah tidak layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan penataan kawasan permukiman kumuh
8. Elektrifikasi atau pemasangan tenaga listrik
9. Penanganan status keadaan darurat bencana.
Sumber dana untuk program tersebut seluruhnya dari APBD Provinsi Jabar dan pada pasal 5 ayat 6, dituliskan jika Pemprov pun dapat memberikan hibah ke TNI AD sesuai peraturan perundang-undangan.
Kerja sama tersebut pun menimbulkan banyak pertanyaan, bahkan anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin meminta agar perjanjian itu ditangguhkan karena kerja sama yang melibatkan TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) harus ada landasan aturan yang jelas.
Sementara pada revisi UU TNI Pasal 7 ayat 4 telah mengatur tiap pelaksanaan OMSP harus berdasar pada Peraturan Pemerintah (PP). Sehingga, kerja sama antara TNI dan pihak lain berkaitan dengan OMSP sebaiknya ditangguhkan sampai regulasi diterbitkan.