Bisnis.com, BANDUNG--DPRD Kota Bandung mengkritik Pemkot Bandung yang belum melengkapi sejumlah peraturan daerah penting dengan peraturan wali kota atau Perwal.
Anggota DPRD Kota Bandung Juniarso Ridwan mengatakan perda yang sudah disahkan terkadang tidak diketahui oleh warga karena kurangnya sosialisasi acapkali tidak dilengkapi Perwal.
"Contoh kurang sosialisasi diantaranya saja Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 5 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung Tahun 2022-2042," katanya, Rabu (23/10/2024).
Baca Juga
Menurut politisi Golkar ini, akibat kurangnya sosialisasi berdampak pada banyaknya pelanggaran tata ruang yang seperti dibiarkan.
"Penegakan peraturan berkaitan dengan pemanfaatan ruang perlu diperhatikan, karena selama ini ketidak tegasan kepada pelanggar terhadap tata ruang dapat disebutkan tidak terkontrolnya alih fungsi ruang maupun bangunan" ujarnya.
Perda RTRW ini ternyata belum dilengkapi Perwal, sebagai penjabaran lebih lanjut, sehingga bagi petugas di lapangan akan mengalami kesulitan untuk menertibkan pelanggaran, karena membutuhkan arahan teknis.
"Bagaimanapun perlu ada pengaturan lebih lanjut melalui peraturan Wali Kota. Nah ini yang bikin bingung petugas di lapangan karena tidak ada pegangan operasional. Saya juga tidak mengerti kenapa Perwal selalu tidak segera dibuat," katanya.
Dengan tidak adanya Perwal akan menimbulkan masalah karena menindak pelanggaran harus ada dasar hukumnya yang jelas, sebagai turunan atau tindaklanjut dalam lingkup teknis.
Di sisi lain, dalam penetapan tata ruang itu sering juga beririsan dengan pengembangan wilayah. Dalam hal ini apabila terdapat perubahan peruntukan, misalnya yang semula sawah berubah jadi perumahan.
Juniarso mengatakan, di dalam RTRW ada pengaturan untuk kawasan perumahan sehingga menjadi pegangan para pengembang membuat komplek perumahan di berbagai tempat.
"Pada perkembangannya pengaturan Tata Ruang akhirnya tambah tidak terkendali karena lebih banyak dipengaruhi oleh implikasi kepentingan politik," ujarnya.
Banyak kebijakan yang sarat dengan ķepentingan politik, misalnya dorongan kebutuhan untuk membangun kantor kelurahan, kecamatan , koramil, Polsek atau kantor pemerintah lainnya di kawasan perumahan , otomatis lambat laun akan tumbuh warung, toko atau bentuk usaha layanan lainnya.
Menurut Juniarso, kecenderungan alih fungsi perumahan terus berlanjut, karena kelemahan dari aparat sendiri sebagai akibat kurang mampu merespon tentang kecenderungan dan mengantisipasi perkembangan yang akan datang.
Dalam RTRW pengaturan sanksi masih bersifat naratif, masih jauh bagi kepentingan operasional teknis. Penanganan bagi pelanggar, seringkali masih terpaku pada hal-hal yang bersifat kuratif administratif.
"Sebagai contoh, apakah izinnya ditinjau atau dibatalkan atau dicabut, rupanya belum pernah terjadi sampai sekarang juga yang diangkat ke publik. Jadi saya menilai, artinya harus ada turunan aturan-aturan dari perda tersebut, dari pasal-pasal yang berkaitan dengan pelanggaran. Jadi harus ada uraian teknis sebagai penjabaran tindak lanjut pengaturannya,' katanya.
Juniarso berharap kepada pemerintah agar Perda yang sudah dibuat dengan memakan waktu dan biaya cukup besar agar disosialisasikan secara masif, ditindaklanjuti dengan penyusunan Perwal sehingga lebih bernilai operasional.
Dalam konteks kegiatan sosialisasi kewajiban organisasi perangkat daerah jika sudah ditetapkan/disahkan, sedangkan kewajiban DPRD mensosialisasikan ketika sedang dalam pembahasan.