Bisnis.com, BANDUNG — Perluasan program iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) hingga menyasar pegawai swasta dinilai hanya akal-akalan pemerintah untuk mendapatkan dana murah jangka panjang.
Pasalnya, jika dasar dari penerapan program iuran Tapera adalah untuk memberikan masyarakat rumah, skema tersebut tidaklah tepat.
“Bukan solusi, tapi akal-akalan pemerintah saja untuk dapat dana murah jangka panjang,” ungkap Ekonom asal Universitas Pasundan, Acuviarta Kartabi, Rabu (5/6/2024).
Ia menjelaskan, dengan membebani pekerja iuran 2,5% dari upah yang didapat setiap bulannya, hanya akan memberikan masyarakat beban tambahan di tengah ketidakmampuan pemerintah menghadirkan biaya hidup murah.
“Ini hanya akan menjadi beban tambahan,” tegasnya.
Jika dilihat skema tabungan Tapera yang tetap dipaksakan oleh pemerintah itu, nantinya buruh dengan penghasilan upah Rp5 juta baru dapat mengumpulkan dana senilai Rp90 juta setelah 50 tahun membayar iuran.
Baca Juga
Lalu, katakan lah ia mulai bekerja di usia 20 tahun. Maka, pekerja baru akan menikmati rumah yang ia cicil setengah abad di usia 70 tahun.
Itupun, jika melihat perkembangan harga properti saat ini, uang tabungan pekerja untuk rumah melalui Tapera tidak akan cukup untuk membeli walaupun hanya rumah petak di Kota Bandung.
“Sebagai perbandingan saja, di Bandung saja rumah yang sangat sangat sederhana sudah tidak ada yang harganya Rp200 juta-an,” imbuh dia.
Apa lagi, skema ini akan membingungkan jika semua pekerja dipaksa untuk saling menyubsidi satu sama lain di saat kebutuhan hidup yang berbeda dan semakin mahal.
Ia lebih sepakat jika pemerintah melakukan intervensi agar masyarakatnya bisa memenuhi kebutuhan papan dengan skema perumahan subsidi yang sudah dijalankan selama ini.
“Sehingga angsuran KPR akan lebih terjangkau, dan masyarakat akan menyesuaikan dengan kemampuannya masing-masing,” ungkap dia.
Menurut Acu, jika stimulus tersebut diberikan pemerintah, dia yakin masyarakat akan sendirinya mau menyisihkan uang untuk kebutuhan properti sesuai dengan kemampuannya.