Bisnis.com, BANDUNG -- Revolusi digital telah mendorong perubahan perilaku masyarakat sehingga membuat banyak pelaku bisnis dan instansi melakukan penyesuaian strategi dengan merekrut banyak pekerja kreatif digital.
Namun demikian, ternyata tidak mudah untuk mendapatkan pekerja kreatif digital yang kompeten dan tersertifikasi sesuai dengan kebutuhan.
CEO Lalakon Digital Academy Rizka Nugroho mengatakan permintaan pekerja kreatif digital semakin meningkat seiring berlangsungnya transformasi digital akibat pandemi Covid-19.
Selain itu, kebutuhan pekerja kreatif digital juga meningkat karena berkembang pesatnya ekonomi digital di Indonesia. Berdasarkan hasil riset, diperkirakan pada 2025 mampu mencapai US$146 miliar di antaranya berasal dari e-commerce, transportasi online dan media online.
"Perubahan perilaku konsumen dalam mengakses informasi dan berinteraksi secara online telah mendorong instansi dan perusahaan swasta beradaptasi dengan cepat. Terjadi peningkatan terhadap kebutuhan akan pekerja kreatif digital yang paham tren serta mampu merancang strategi komunikasi dan pemasaran yang relevan," ujarnya, Senin (18/9/2023).
Dia menjelaskan perusahaan dan industri semakin bergantung kepada pekerja kreatif untuk kebutuhan pemasaran dan komunikasi karena pelanggan berharap layanan yang responsif, ramah dan efektif.
Baca Juga
Namun dalam perjalanan transformasi digital ini, Indonesia dihadapkan tantangan masih kekurangan talenta digital yang kreatif, sesuai kualifikasi, serta terampil.
Menurutnya, banyak perusahaan yang kesulitan mencari pegawai dengan kemampuan digital. Masalah yang dikeluhkan mulai dari practical skills, minim pengalaman, dan lainnya.
"Terjadi kesenjangan antara keterampilan yang dimiliki oleh calon pekerja. Perusahaan dan industri ingin pos-pos pekerjaan yang memusatkan keterampilan digital namun kesulitan menemukan talenta yang dibutuhkan," kata Rizka Nugroho.
Berdasarkan riset McKinsey, Indonesia membutuhkan 9 juta profesional digital hingga 2030 mendatang. Adapun perguruan tinggi hanya mampu memenuhi 100.000-200.000 lulusan digital, sehingga akan menghambat transformasi digital di berbagai sektor usaha di Indonesia.
Melihat kondisi tersebut, kata dia, diperlukan keselarasan antara perguruan tinggi, vokasi dan lembaga pendidikan agar bisa memenuhi kebutuhan perusahaan dan industri terhadap pekerja kreatif digital yang terus meningkat.
Lebih lanjut Hendro menjelaskan Lalakon Digital Academy telah membuat kurikulum pelatihan berbasis kebutuhan industri, meliputi Content Creator, Sosial Media Management, Digital Marketing, Customer Service Online, dan lainnya.
Selain itu, peserta juga mendapat metode pelajaran interaktif dengan kombinasi modul online dan pendampingan langsung dari profesional berpengalaman.
Tidak hanya itu, pihaknya juga menerapkan penilaian objektif mengukur kemajuan dan pencapaian peserta didik, serta sertifikasi yang dapat menjadi bukti diakui industri terkait kompetensi.
"Kami juga memberi dukungan kepada para lulusan Lalakon Digital Academy terkait pelatihan lanjutan dan informasi lowongan pekerjaan. Dengan demikian, kami berkomitmen untuk menjadi mitra dan membantu mencapai kesuksesan di era digital," kata Hendro. (K67)