Bisnis.com, BANDUNG—Dia selalu datang dan pergi lewat beranda belakang Gedung Sate. Melangkah dari dalam mobil ke ruangannya kerjanya lewat pintu belakang. Jalannya menunduk, jarang menoleh kiri-kanan, kecuali langkahnya dihentikan.
Kadang-kadang saja masuk ke Gedung Sate dari pintu depan. Selebihnya, ia menyukai suasana yang tenang di belakang, yang kadang riuh jika banyak anak sekolah hendak antre masuk museum.
Ruangan yang ia kunjungi saat pertama kali bertugas sebagai gubernur Jawa Barat adalah ruang wartawan. Saat itu ia menceritakan karakter dan kebiasaan dirinya. Menurutnya, setiap gubernur memiliki gaya yang berbeda-beda.
Dia berharap para wartawan dapat menyesuaikan dengan gaya kebiasaannya. Dia pun mengaku kooperatif terhadap wartawan dan siap kapanpun untuk diwawancara.
"Setiap pemimpin karakternya kan berbeda-beda saya harap wartawan bisa menyesuaikan. Dulu saat di Pemkot saya selalu kooperatif dengan wartawan, tidak susah untuk diwawancara," ungkapnya.
Namun, bagi wartawan yang sehari-hari meliput, ia sosok membuat gentar untuk dijangkau, meski apapun pertanyaan yang disampaikan saat momen doorstop dilahapnya dengan baik, panjang lebar, atau singkat--bergantung pada suasana hatinya.
Baca Juga
Dan sejak menjadi gubernur, maka istilah ngabret pun familiar di mata pewarta. Ia tancap gas di saat jalanan lurus, gas dengan gigi rendah saat posisi jalanan menanjak. Tidak ada setel kendor, semua persoalan sudah dipetakan, semua program sudah disiapkan. Mungkin membuat ASN tergopoh-gopoh, namun semuanya akhirnya mengikuti ritme dan takdir memiliki pemimpin dengan style berbeda.
Dari sana saya menyaksikan begitu banyak upaya dan terobosan. Ia juga berseloroh dan menepuk dada bahwa masa awal kerjanya sebagai gubernur tidak hanya mengumbar kata-kata.
“Saya kira saya salah satu gubernur yang paling banyak melontarkan program, dan programnya semua sudah dieksekusi dengan baik,” katanya waktu itu.
Sebulan setelah dilantik, pada Oktober 2018, dirinya sudah mencicil 14 launching program 100 hari terutama terkait pendidikan, ekonomi keumatan dan keagamaan. Seperti mengirim kader ulama ke luar negeri dengan 'mendompleng' program yang sudah dipersiapkan Quantum Akhyar Institute (QAI).
Bahkan, meski belum mengantongi penetapan APBD Perubahan 2018, pihaknya sudah nekad meluncurkan layanan sosial Jabar Quick Response (JQR).
Kondisi yang sama juga dilakukan saat ia meluncurkan Gedung Public Safety Center (PSC) 119, program Layad Rawat di Kota Cirebon. Seolah-olah 'genuine' public safety center 119 sejatinya sudah dibentuk sejak tahun 2016 oleh Kota Cirebon bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan.
Sebelumnya bahkan sudah terbentuk layanan public safety center 119 di kota Bandung, kota Tasikmalaya, Kota Bogor, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Karawang.
Ada 17 program yang sudah meluncur ke publik untuk menunjukan dia sejak awal menjabat pantang setel kendor. Hari-hari setelah 100 hari menjabat adalah sejarah. Media di era kepemimpinannya disuguhi banyak berita dan komentar apapun fenomena yang ditanyakan padanya.
Sampai kemudian upaya ngebut-nya diganggu Covid-19. Tapi tampaknya tidak berpengaruh juga, tertulis sebelumnya, dalam kondisi menanjak ia mengoper ke gigi rendah namun mobil bernama Pemprov Jawa Barat tetap digas.
Maka Jawa Barat menjadi provinsi yang cukup tangguh diterpa badai, lahir banyak inovasi yang menolong warga dan diadopsi bahkan oleh pemerintah pusat.
Bahkan ketika nyawa korban varian Delta berjatuhan, ia membuka sekat krisis oksigen lewat berbagai upaya mencari sumber-sumber oksigen ke luar daerah; ini salah satu upaya yang saya nilai luar biasa dan layak dicatat.
Sungguh periode yang menguras tenaga dan pikiran seorang pemimpin, di saat anggaran pembangunan berkurang—sangat sangat berkurang—di tengah suasana kebatinan warga yang tercekam karena pandemi, Jawa Barat meloloskan diri dari sikap pasrah.
Karena itu pemulihan ekonomi kembali memantul, investasi tetap tak tertandingi, pembangunan fisik berlangsung dengan menyicil, dan terobosan terus lahir.
Takdir masih memberikan ujian. Anak laki-laki kesayangan, Emmeril Kahn Mumtadz alias Eril, yang hilang dan dinyatakan meninggal dunia di Sungai Aere, Bern, Swiss, Juni 2022.
Suasana peliputan media berubah muram, mendung. Kami, para wartawan, menadah air matanya, memayungi kesedihannya, mengalirkan cerita-cerita kebajikan dan inspiratif ke seluruh penjuru negeri.
Momen saat mengucapkan belasungkawa padanya adalah salah satu momen mengharukan dalam hidup saya.
Setelah itu, entah dimana ia menyimpan rasa sedih dan duka yang mendalam itu? Karena ia kembali ke melaju.
***
Lima tahun meliput kinerjanya di Gedung Sate, sesungguhnya interaksi saya dengannya secara pribadi bisa dihitung dengan jari. Momen bicara berdua melulu terkait wawancara.
Meski begitu, ketika ada kesempatan dengan wartawan, dimanfaatkannya untuk membuka banyak informasi yang menarik namun tidak untuk diberitakan.
Sisanya, kami hanya mencatat, ia meresmikan banyak hal; infrastruktur juara yang menjadi ciri khasnya seperti alun-alun, revitalisasi situ dan waduk, jalanan mulus, proyek-proyek prestisius atau strategis nasional, inovasi-inovasi perangkat daerah, hingga forum-forum bernama asing.
Ia juga rutin bepergian ke luar negeri. Menawarkan ini-itu pada investor dan relasi, lalu pulang membawa berita baik. Ia mengulang-ulang istilah jaga warung dan door to door sebagai strategi menjala investasi, istilah yang mewujud realisasi investasi tertinggi bagi Jawa Barat selama 5 tahun terakhir.
Namun, kala ia ke luar negeri, sesungguhnya para peliput di Gedung Sate kesukaran mengais berita. Ini mungkin karena dia sudah dikutuk menjadi media darling, maka mengais informasi dari sumber-sumber lain terasa tidak sekuat jika dirinya yang menjadi narasumber. Ah, betapa wartawan ketergantungan untuk melulu mengutip segala sesuatu darinya.
Begitu banyak pencapaian yang diberitakan, kontroversi yang kerap dilahirkan selama lima tahun. 555 penghargaan, ratusan program, ribuan alumni program unggulan, dan entah berapa juta warga yang menikmati kebermanfaatan hasil pembangunannya.
Saya secara pribadi menunggu kebermanfaatan yang akan lahir 10--15 tahun lagi di Kawasan Metropolitan Rebana. Meski sudah berdiri Pelabuhan Patimban dan Bandara Kertajati, kawasan ini butuh sentuhan dan keberpihakan luar biasa agar setara dengan daerah lainnya di Jawa Barat. Ini adalah satu terobosan yang menurut saya luar biasa bagi provinsi dengan nilai APBD yang hanya secuil dibanding DKI Jakarta.
Saya juga menaruh hormat dan harap pada lahirnya program seperti Petani Milenial dan One Pesantren One Product. Jika kekurangan-kekurangan yang ada dalam program ini bisa diperbaiki, rasanya jargon “tinggal di desa, rejeki kota dan bisnis mendunia” akan dinikmati banyak warga desa.
****
Dalam beragam acara dan kesempatan, ia sudah memohon pamit. Sejarah hidupnya mencatat, ia tidak pernah diam di satu tempat dan posisi untuk waktu yang lama. Ia akan melaju. Mendaki lagi posisi-posisi berbeda.
Mungkin itu yang saya pikirkan meski ia berulang-ulang pamit dan menyelipkan harap kemungkinan dirinya akan kembali ke Gedung Sate.
Rasanya, ia tidak akan kembali lagi ke posisi ini. Siapa yang tahu?
Bagi saya, tidak perlu merindukan sosoknya. Rindukanlah etos kerjanya, semangat inovasinya, dan terobosan positifnya bisa dihadirkan sosok pemimpin Jawa Barat selanjutnya.
Dia adalah cetak biru kepemimpinan, merawat legasi-legasi positifnya jauh lebih sulit dibanding menunggu dia datang dari pintu belakang dan berjalan dengan kepala yang menunduk.
Dia tidak akan menoleh, masa lalu tidak akan menghentikannya. Dia: Ridwan Kamil.