Bisnis.com, BANDUNG—Maraknya pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang lebih percaya diri menjual produk impor dibandingkan dengan produk lokal kini menjadi sorotan.
Hal tersebut disampaikan Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Bidang Pembedayaan Ekonomi Kreatif, Fiki Satari, di Bandung, Minggu (30/4/2023).
Menurut Fiki, saat ini produk thrift pun membanjiri etalase pelaku UMKM dan hal ini patut menjadi perhatian khusus.
Oleh karena itu, dia menilai perlu adanya hubungan yang lebih erat antara pelaku UMKM dengan pemerintah selaku regulator untuk mencari solusi dari permasalahan yang ada.
“Kita ingin betul-betul ada intimate kesepakatan antara para pengecer ini agar kitanya paham. Mereka jual jenis produknya apa," jelasnya.
Salah satunya adalah dengan sistem agregator, yang bisa menjadi solusi menekan harga modal jika modal belanja dikumpulkan bersama.
Baca Juga
“Jadi kita siapkan. Ada aggregator yang menyiapkan stok produknya. Kami sudah pikirkan itu," lanjutnya.
Sistem agregator binaan UMKM, diakui Fiki Satari, sudah mulai gencar dilakukan di Indonesia. Ia juga memperlihatkan dirinya menggunakan produk-produk lokal dan mengajak untuk membanggakan produk lokal.
Berdasarkan data yang dimilikinya, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tumbuh subur di sejumlah daerah. Ini terlihat dari data yang dilaporkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM), total UMKM di Indonesia tembus 8,71 juta unit usaha pada 2022.
Pulau Jawa mendominasi sektor ini. Tercatat, Jawa Barat menjadi juara UMKM dengan jumlah 1,49 juta unit usaha. Tipis di urutan kedua ada Jawa Tengah yang mencapai 1,45 juta unit. Ketiga, ada Jawa Timur sebanyak 1,15 juta unit.
Di luar tiga besar itu, gapnya cukup jauh. DKI Jakarta yang menyabet posisi keempat bisa menorehkan hampir 660.000 unit. Kelima, ada Sumatera Utara dengan capaian 596.000 unit.
Sementara jumlah usaha paling sedikit ada di tiga daerah, yakni Papua Barat 4.600 unit usaha, Maluku Utara 4.100 unit, dan Papua 3.900 unit.