Bisnis.com, JAKARTA - Para pengusaha di Indonesia dihadapkan dengan ketidakpastian ekonomi di masa mendatang akibat perlambatan ekonomi global. Namun HIPMI Jaya tetap mengusung semangat penuh optimistis menatap dan menjalani tahun 2023.
Inflasi melejit dan menjadi momok bagi sejumlah negara di dunia. Untuk itu, Presiden Joko Widodo hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani mengingatkan kepada semua pihak agar bersiap menghadapi dampak perang Rusia-Ukraina.
Bahkan Dana Moneter Dunia (IMF) menyebut sepertiga ekonomi dunia atau kurang lebih 70 negara diprediksi mengalami resesi. Sedangkan negara lainnya juga akan merasakan guncangan ekonomi yang serupa.
Ketua Umum BPD HIPMI Jaya Sona Maesana mengatakan meski dihantui resesi namun pengusaha muda di Indonesia harus tetap optimistis mengarungi tahun 2023. Hal ini karena pemerintah telah mencabut PPKM sehingga daya beli masyarakat kembali meningkat.
Ekonomi nasional juga diproyeksikan mampu tumbuh di angka 5,2 sampai 5,3 persen secara tahunan (year on year/yoy) di 2023. Sedangkan inflasi Indonesia diperkirakan tetap terkendali pada 5,5 persen di tahun ini atau jauh lebih baik dibandingkan negara lain seperti, Uni Eropa yang berada pada 9,2 persen.
"Meski ada ancaman resesi ekonomi, HIPMI Jaya mengajak kepada seluruh pengusaha khususnya pengusaha muda untuk optimis menghadapi 2023. Namun tetap waspada dalam mengatur strategi bisnis meski Indonesia masih dalam kondisi bagus dan stabil," ujar Sona dalam keterangan tertulis, Jumat (27/1/2023).
Menurutnya, agresivitas The Fed dalam melakukan kebijakan moneter akan membuat rupiah terus tertekan dalam beberapa waktu mendatang. Hal ini harus diwaspadai dengan meningkatkan produksi dan konsumsi dalam negeri atas produk lokal dan mengurangi ketergantungan impor.
"BI yang terus meningkatkan suku bunga acuan sehingga membuat para pengusaha harus terampil dalam mengelola likuiditas serta menerapkan strategi-strategi yang jitu berdasarkan perhitungan yang matang, juga jeli melihat peluang usaha mengingat ada beberapa sektor industri yang justru naik kelas karena resesi," kata Sona.
Lebih lanjut Sona menilai harga komoditas yang terus meningkat dan tingginya nilai dolar atas rupiah bisa menjadi peluang untuk meningkatkan produksi dalam negeri dengan tujuan ekspor. Banyak pengusaha yang sudah memiliki produk siap ekspor sehingga harus didukung dengan pelatihan dari pemerintah serta kolaborasi dengan seluruh ITPC yang ada di setiap kedutaan di negara sahabat.
Terkait banyaknya PHK yang terjadi, Sona berpendapat bahwa hal ini sebaiknya dilakukan secara linear dengan pendapatan dan perfomance perusahaan. Pasalnya, terdapat beberapa sektor usaha yang mengalami pertumbuhan bagus, juga tetap memperhatikan karyawan dengan melakukan penyesuaian upah sesuai dengan inflasi yang terjadi.
"Bagi perusahaan yang mengalami kerugian dan ingin melakukan PHK, harus memberikan hak pegawai sesuai kesepakatan awal dan Undang-undang yang berlaku," kata dia.
HIPMI Jaya juga berharap pemerintah agar mengoptimalkan program Kartu Prakerja demi melatih softskill sumber daya manusia (SDM) di Indonesia.
Sona juga berharap pada tahun ini, keadaan politik bisa cukup kondusif meski sudah memasuki tahun politik. Diharapkan tidak ada gesekan yang terlalu panas dan tidak ada isu SARA yang muncul di permukaan.
"HIPMI Jaya siap menjadi penggerak utama ekonomi di Indonesia dan membantu pemerintah membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya demi mengurangi angka kemiskinan," kata dia.
Sementara itu, pakar ekonomi ISEI Aditia Febriansyah mengimbau kepada para pengusaha muda agar memperhatikan struktur budget/anggaran bisnis dengan cara melakukan efisiensi terhadap biaya operasional dan non-operasional, serta menyiapkan dana darurat atau jaring-jaring pengaman.
Selain itu, pengusaha muda juga diminta memperhatikan hutang-hutang yang berjalan. Jika dapat direstrukturisasi atau penjadwalan ulang akan sangat baik. Namun jika tidak bisa, maka pastikan hutang itu dapat terbayarkan karena hutang adalah persoalan reputasi.
"Yang perlu diingat pengusaha adalah menjaga reputasi karena bersifat selamanya sedangkan krisis hanya sementara," kata dia.
Pengusaha juga harus mampu mempertahankan kualitas produk/jasa yang dimilikinya demi mempertahankan konsumen. Bahkan diperkirakan akan kembali terjadi disrupsi yang akan mengubah model bisnis dan spending behaviour konsumen, sehingga diwajibkan untuk cepat beradaptasi.
Pengusaha juga diimbau untuk bisa mempertahankan tim (karyawan) sebanyak mungkin. Hal ini karena jika ada satu orang pegawai yang dipecat (PHK) maka efeknya akan dirasakan secara kumulatif baik di level mikro (kesejahterahan keluarganya) dan level makro (pengganguran nasional).
"Yang paling penting adalah pengusaha harus tetap tenang karena resesi hanya sementara," kata Adit.