Bisnis.com, BANDUNG - Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat siap menyiapkan hewan ternak untuk memenuhi kebutuhan Hari Raya Iduladha 1443 Hijriah pada 9 Juli 2022 mendatang, meski saat ini banyak hewan ternak terkena virus penyakit mulut & kuku (PMK).
Hal tersebut dikemukakan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat Mohamad Arifin Soedjayana di Bandung, Minggu (29/5/2022).
Arifin mengaku, pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan para peternak hewan sapi dan domba, untuk mengetahui stok dan kesehatan hewan yang akan disiapkan untuk kurban.
“Kalau kesiapan, kemarin kita sudah bertemu teman-teman peternak yang mereka sudah punya stok untuk persiapan kurban, jangan sampai stok yang sudah ada ini pun juga terpapar,” kata Arifin.
“Kemarin hitungan kita sudah ada 30 ribuan, dalam jangka waktu dekat mungkin sebenarnya sekarang dalam perjalanan dari NTT, NTB dan Bali menuju Tanjung Priok sebelum masuk Jabar. Kita yakin aman karena Balai Karantinanya ada di Tanjung Priok, jadi kebutuhan untuk 70 ribu mudah-mudahan itu bisa tercapai. H-14 hewan yang dipersiapkan untuk kurban bisa aman dan sehat,” tambahnya.
Berdasarkan data dari DKPP Prov. Jabar, 80 persen kebutuhan sapi potong di Jawa Barat berasal dari luar provinsi seperti dari Jatim, Jateng , Bali, NTT dan NTB.
Arifin memaparkan, secara populasi jumlah hewan yang tertular tersebut tidak signifikan meski jumlah kabupaten/ kota di Jabar yang terdeteksi hewan berkaki belah yang tertular penyakit mulut dan kuku (PMK) sebanyak 20 kota/kabupaten.
"Terhitung sejak 6-7 kita ambil sampel, tanggal 9 Mei kita sudah dapat (hasilnya). Yang positif itu adalah Garut, kemudian tanggal 10 Kabupaten Banjar. Nah posisinya sekarang sudah ada 20 kabupaten/ kota yang sudah terjangkit," kata Arifin.
Secara persentase, daerah terjangkit PMK di Jabar 74 persen. Dari 627 kota hanya 97 kecamatan terjangkit PMK.
Kemudian desa/kelurahan 125 atau 2,09 persen dari 5.957 desa kelurahan di Jabar. "Jadi Jawa Barat masih terkendali walaupun secara kabupaten/kota ada 20,” jelasnya.
Menurut Arifin, penyebaran kasus PMK di Jawa Barat lebih disebabkan karena lalu lintas kedatangan hewan ternak dari luar provinsi Jabar.
“Kalau kita tracing penyebarannya bertambah karena lalu lintas. Lalu lintas yang kemudian sudah kita optimalkan, cek poin kerja sama dengan kepolisian. Masih tetap kan datangnya jam 1 malam kemudian ke jalur alternatif kita susah mengecek semuanya. Nah penularan ini memang dari lalu lintas yang masih tetap terus berjalan,” ujarnya.
Arifin menambahkan, untuk membantu petugas kesehatan hewan di kabupaten/kota yang jumlahnya masih sedikit, pihaknya akan menurunkan tim dan dokter hewan dari provinsi serta dari asosiasi dokter hewan.
“Kita akan bikin para petugas kesehatan walaupun ada pos kesehatan hewan di masing-masing kabupaten/kota, kemudian kita turunkan juga teman-teman dokter hewan dari provinsi kerja sama dengan Persatuan Dokter Hewan Indonesia, ada delapan komisariat di Jabar kita turunkan untuk membantu temen-temen karena dokter hewan di kota/kabupaten sedikit,” tuturnya.
“Kita perbantukan juga melalui turun ke lapangan, melalui mengedukasi dan juga untuk melihat hewan seperti apa yang sehat karena gejala klinisnya sangat gampang,” tambahnya.
Divisi PKP Pertanian dan Ketahanan Pangan Komite Pemulihan Ekonomi Daerah (KPED) Jawa Barat Rochadi Tawaf menegaskan, meski kematian yang disebabkan PMK di Jabar rendah, namun mengancam produktivitas sapi terutama pada sapi perah yang bisa berkurang menjadi 25 persen.
“Langkah cepat untuk memotong rantai penularan akibat PMK dengan stepping out atau potong paksa. Saya harap ada biaya dari pemerintah untuk tanggap darurat pengganti stepping out, apalagi jumlah sapi yang tertular masih sedikit," kata Rochadi.
Sementara itu, Kepala Balai Veteriner Subang Kementerian Pertanian Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Sodirun mengimbau kepada masyarakat yang akan membeli hewan ternak untuk kurban, agar membeli hewan ternak yang sudah memiliki sertifikat kesehatan hewan dari instansi terkait.
“Masa inkubasi PKM ini 2-14 hari, bisa saja saat kita beli masih terlihat sehat. Jadi pastikan saja masyarakat yang akan beli harus ada surat keterangan kesehatan hewan, itu bukti otentik bahwa hewan itu dari daerah asal yang sehat,” katanya.