Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PENETAPAN UPAH REGIONAL : Juru Selamat Industri Garmen Jawa Barat

Hasil kajian Tim Akselerasi Jabar Juara Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat pertengahan 2019 memaparkan industri garmen di provinsi ini tengah sekarat.

Kegamangan Sang Gubernur Soal UMK

Selang seminggu, Ridwan Kamil ternyata gamang. Pada Senin (2/12/2019), dia memutuskan mencabut surat edaran UMK 2020 dan mengganti SE tersebut dengan surat Keputusan Gubernur No. 561/Kep.983-Yanbangsos/2019 Tentang Upah Minimum Provinsi Jawa Barat Tahun 2020.

Kendati SE dicabut, Surat Keputusan (SK) Gubernur yang menggantikannya tidak mengubah subtansi perlindungan atas industri padat karya di Jawa Barat.

SK tersebut dirilis setelah Ridwan Kamil berdiskusi dengan Pangdam dan Kapolda Jawa Barat terkait dengan masalah keamanan. Selain itu, dia khawatir bahwa kebijakan UMK 2020 tidak dipatuhi oleh Apindo karena hanya dituangkan dalam SE.

Dalam Dictum 7 SK tersebut, Emil menjamin akan melindungi industri padat karya untuk melakukan negosiasi kenaikan upah secara bipartit. “Nanti akan dilindungan dan disetujui Pemprov Jabar,” ujar Emil, Selasa (3/12/2019).

Menurutnya, Pemprov akan menjadi wasit dalam perundingan upah secara bipartit tersebut. “Jangan ada yang mengaku tidak mampu, padahal dia mampu,” tegasnya.

Keputusan ini diambil Ridwan Kamil dengan tegas karena sebelumnya pengusaha Jawa Barat yang diwadahi Apindo Jabar telah menyerahkan rekomendasi penetapan upah minimum untuk 2020, bahwa benang merahnya adalah sejumlah industri menyatakan tidak sanggup mengikuti kenaikan UMK jika ditetapkan kemudian.

Jeritan paling keras diteriakkan oleh industri garmen dan tekstil yang notabene merupakan salah satu sektor penopang ekonomi Jabar.

Industri garmen dan tekstil Jabar mengaku tidak sanggup jika harus mengabulkan kenaikan upah tinggi. Mereka bahkan angkat tangan jika kenaikannya mengikuti formula 8,51% sesuai dengan PP tersebut.

Permintaan dari buyer luar negeri yang menurun akibat perlambatan ekonomi global serta perang dagang China dan AS menjadi salah satu penyebab industri ini megap-megap. Tercatat dua perusahaan garmen di Subang telah gulung tikar. Alhasil, 30.000 karyawan dirumahkan tahun ini.

Kondisi yang sama terjadi di Bogor. Perusahaan tekstil dan produk tekstil menyusut drastis menjadi 32 perusahaan pada 2019 dari 54 perusahaan pada 2018. Jumlahnya bahkan pernah mencapai 84 perusahaan pada 2016.

Tidak heran, jika jumlah pengangguran di Bogor melambung hingga 9,55% pada Februari 2019. Angka pengangguran ini di atas angka pengangguran nasional, yang hanya 5,50%.

Apindo Bogor menyatakan banyak perusahaan sudah berancang-ancang merelokasi pabriknya ke Batang atau Kendal di Jawa Tengah karena UMK masih di kisaran Rp1,8 juta. Jauh dibandingkan dengan Bogor yang mencapai Rp3,3 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper