Bisnis.com,BANDUNG—Pemerintah harus berhati-hati jika akan menyengketakan Uni Eropa terkait diskriminasi minyak sawit mentah (CPO) ke World Trade Organization (WTO).
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan mengatakan rencana sengketa ke WTO sudah sejak lama akan digulirkan. Pihaknya kini tengah melakukan pendalaman terkait pasal mana saja dalam draft final Renewable Energy Directive II (RED II).
“Belum official, tapi kita pelajari yang diskiriminatif pasal mana saja, lagi pendalaman,” tuturnya di Bandung, Rabu (20/3/2019).
Jika pendalaman ini menemukan terjadinya diskriminasi maka jika pihak pengacara dan pakar hukum memastikan hal tersebut bisa disengketakan ke WTO maka pemerintah akan memprosesnya. “Apakah draft itu official jadi ketentuan x atau tidak. Kan Itu [soal diskiriminasi CPO] masih delegated act,” paparnya.
Pihaknya menilai rencana penghentian CPO pada 2030 dirasakan Indonesia terkesan diskriminatif. Namun penting bagi Indonesia bersikap setelah tuntas mempelajari pasal-pasal yang ada. “Aturan mainnya seperti ap. Bahasanya [draf] kan sangat teknis sekali yang saya nggak ngerti, tapi kita harus tahu apa yang akan kita gugat, jangan asal bunyi,” katanya.
Menurutnya rencana gugatan sendiri belum ditentukan leading sectornya. Sementara saat ini untuk tahap diplomasi masih dipimpin oleh Kementerian Luar Negeri. “Nggak ada tenggat waktu, yang penting bagi kita itu harus benar aturan, jangan sampai sudah berbiaya tinggi, tahu-tahu gagal [di sidang WTO],” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan bahwa selain tengah mempersiapkan diri untuk mengajukan gugatan melalui World Trade Organization (WTO), pemerintah juga akan mengadakan lawatan ke Uni Eropa (UE) pada 7 April 2019. Dalam kesempatan tersebut, pemerintah akan menyampaikan posisi Indonesia kepada Parlemen UE atas keputusan Komisi UE terkait diskriminasi terhadap komoditas itu.
"Pemerintah menyampaikan keberatannya atas keputusan Komisi Eropa untuk mengadopsi Delegated Regulation yang mengklasifikasikan minyak sawit sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi," tuturnya di sela-sela "Konferensi Pers Tentang European Union’s Delegated Regulation" di Jakarta, Senin (18/3/2019).