Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Di awal kepemimpinan Gubernur Ridwan Kamil, Jawa Barat ditargetkan menjadi provinsi pariwisata. Berbagai langkah mulai dilakukan salah satunya target 27 destinasi wisata baru di Jawa Barat. Tidak salah memang, Jawa Barat merupakan provinsi besar dengan potensi pariwisata yang tersebar dari barat ke timur dan utara ke selatan. Di awal 2019 ini, target kunjungan wisatawan menemui batu sandungan. Kenaikan harga tiket dan penerapan bagasi berbayar menjadi permasalahan bagi sektor pariwisata.

Menurut rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, Januari 2019 tarif angkutan udara memang mengalami deflasi sebesar 12,53% dengan andil deflasi sebesar 0,01%. Tetapi jika dilihat bulan sebelumnya yaitu Desember 2018 inflasi tarif angkutan udara mencapai sebesar 61,88% dengan andil inflasi 0,03%. Sehingga jika diamati, walaupun terjadi deflasi, tarif pesawat masih berada diatas rata-rata tarif normal sebelum musim liburan akhir tahun. Inilah yang menjadi kekhawatiran terkait pengaruh kunjungan wisatawan ke Jawa Barat akibat tarif pesawat yang berada di kisaran batas tarif atas.

Menurut Kementerian Perhubungan, tarif pesawat sebetulnya masih dalam batas tarif normal. Hanya saja maskapai memang memanfaatkan tarif atas pada angkutan udara di semua rute nya. Hal ini dilakukan oleh semua maskapai paska momen liburan Desember 2018 lalu. Maskapai yang biasanya perang tarif bawah, kali ini justru bertahan di batas tarif atas. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan, hal ini secara aturan tidak melanggar, karena masih sesuai regulasi. Akan tetapi pihaknya berusaha mencari solusi yang tepat agar bisa menguntungkan semua pihak. Sementara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meniliti dugaan adanya praktek kartel tiket pesawat dan tarif cargo. Acuan yang dipakai yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Kenaikan tiket pesawat memang sangat berpengaruh terhadap aktivitas perkonomian masyarakat di berbagai sektor. Menurut rilis dari pihak Angkasa Pura II, di beberapa bandara terjadi pembatalan penerbangan sejak Januari 2019 hingga pekan kedua Februari 2019. Pembatalan ini melonjak signifikan dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Di Bandara Husein Satranegara pada Januari 2019 terjadi pembatalan rata-rata 10 penerbangan per hari menurut Officer in Charge Dindin Jamaludin. Penumpang juga terjadi penurunan dari biasanya 10 - 11 ribu penumpang per hari menjadi hanya 7 - 8 ribu saja per hari. Menurunnya penumpang di Bandara Husein Sastranegara sebagai pintu masuk menuju berbagai di daerah di Jawa Barat tentu saja akan berpengaruh terhadap jumlah wisatawan. Walupun masih memungkinkan menggunakan jalan darat, hal ini tetap saja

mengganggu sektor pariwisata. Tak heran sektor pariwisata sangat terpukul dengan kenaikan tiket pesawat ini. Sektor pariwisata tentu saja bukan hanya masalah akomodasi yang melibatkan usaha kelas menengah atas. Akan tetapi usaha mikro kecil yang berhubungan langsung dengan sektor pariwisata seperti usaha kerajinan, makanan dan souvenir lainnya juga akan terancam kelangsungan hidupnya.

Permasalahan naiknya harga tiket ini tidak sepenuhnya tanggung jawab maskapai semata. Disinilah peran pemerintah untuk melihat permasalahan dari semua sisi, baik dari pihak maskapai maupun konsumen. Jika Kemenhub menyatakan bahwa tiket pesawat yang sekarang mahal sejatinya masih dibawah tarif atas yang diterapkan oleh pemerintah, berarti pemerintah harus juga bisa menjawab atas dasar apa tarif atas itu diterapkan. Perlunya pemerintah mengkaji kembali aturan terkait penentuan tarif ini, jika memang tarif batas bawah sangat tidak menguntungkan bagi maskapai sedangkan tarif batas atas sangat tidak menguntungkan bagi konsumen. Ketika masuk peak season dimana terdapat momen liburan atau hari raya, sangat wajar jika maskapai memanfaatkan dengan menerapkan tarif atas. Akan tetapi jika pada saat low season tiket masih saja mahal tentu saja hal ini sangat tidak menguntungkan bagi siapapum. Maskapai akan merugi ketika load factor nya berkurang drastis. Sehingga harus membatalkan penerbangan akibat kurang nya penumpang. Bagi konsumen sendiri jelas akan berpikir berkali-kali untuk menggunakan layanan pesawat udara, dan mulai beralih ke moda transportasi lain.

Pengaruh Terhadap Kunjungan Wisatawan
Salah satu yang berhasil membuat geliat pariwisata dan meningkatnya jumlah wisatawan nusantara (wisnus) tentu saja adanya maskapai berbasis LCC (low cost carrier) ini. LCC adalah maskapai yang memberikan tarif rendah namun dengan menghapus beberapa layanan penumpang yang biasa. Konsep ini diperkenalkan di Amerika Serikat sebelum menyebar ke Eropa pada awal 1990-an dan seluruh dunia. Cara tersebut dimulai pada industri maskapai yang merujuk pada struktur pengoperasian bertarif rendah daripada pesaingnya. Melalui berbagai media, cara ini menghasilkan banyak maskapai dengan harga tiket yang rendah dan layanan yang terbatas karena biaya operasinya. Terjangkaunya tiket pesawat dengan adanya LCC ini membuat masyarakat dari berbagai lapisan bisa menikmati layanan angkutan udara.

Kenaikan tiket pesawat dan bagasi berbayar pasti akan berpengaruh terhadap target jumlah wisnus yang dicanangkan oleh pemerintah. Penurunan jumlah wisatawan bukan hanya berdampak buruk bagi maskapai itu sendiri. Akan tetapi berdampak luas terhadap perkonomian secara keseluruhan. Jika objek wisata menjadi sepi, maka banyak usaha-usaha yang terancam seperti hotel, restaurant dan sektor wisata lainnya. Sementara dengan bagasi berbayar akan sangat berpengaruh terhadap tranksaksi jual beli oleh-oleh dan cideramata dikawasan wisata. Semurah apapun barang yang dibeli, jika akhirnya harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membawanya akan membuat wisatawan berpikir ulang. Maka pelaku usaha UMKM yang banyak bergerak di sektor ini akan sangat terancam kelangsungan usahanya.

Solusi Pemerintah
Pemerintah Provinsi Jawa Barat memang secara langsung tidak dapat berbuat apa-apa terkait kenaikan tiket pesawat dan bagasi berbayar. Tapi setidaknya bisa membantu mengantisipasi permasalahan yang mungkin timbul dengan menurunnya jumlah wisatawan. Sebagaimana diketahui, wisatawan yang mengunjungi objek wisata berperan besar menghidupkan berbagai sektor usaha di lokasi wisata. Jika kunjungan wisatawan menurun maka tentu saja berakibat terpuruknya sektor pariwisata dan usaha yang bersinggungan dengannya. Jika kunjungan wisnus dari luar provinsi berkurang, setidaknya Pemprov harus menggiatkan kunjungan wisatawan dari dalam provinsi sendiri. Tujuannya untuk menjaga keberlangsungan sektor pariwisata. Yang bisa dilakukan antara lain memberikan insentif atau diskon bagi wisatawan asli Jawa Barat yang menginap di hotel-hotel dekat
objek wisata. Atau bisa juga bekerja sama dengan asosiasi travel membuat paket perjalanan wisata menggunakan bus disertai potongan harga yang terjangkau masyarakat.

Pengusaha sektor pariwisata juga harus berperan aktif dan mendukung kebijakan dan program dari pemerintah demi kebaikan bersama. Dengan sinergi dan kolaborasi dari berbagai pihak diharapkan target kunjungan wisatawan ke Jawa Barat tetap dapat tercapai sesuai yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Penulis :
Muhamad Rikiansyah, S.Ikom
Humas BPS Provinsi Jawa Barat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ajijah
Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper