Bisnis.com, BANDUNG - Buku berjudul "Untold Story IPO Telkom di New York Stock Exchange (NYSE) dan Bursa Efek Jakarta" (kini BEI) yang ditulis oleh Direktur Utama PT Telkom Tbk periode 1992-1996 Setyanto P. Santosa telah diluncurkan pada bulan lalu di Jakarta.
Di Bandung, digelar acara bedah buku tersebut yang diprakarsai oleh Himpunan Mahasiswa Doktor Ilmu Managemen (HIMA DIM) di Gedung Aula MM-FEB Unpad, Senin (19/3).
Dalam buku tersebut, diulas sepak terjang PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk pada 22 tahun yang lalu dalam mempersiapkan sebuah perusahaan untuk lebih profesional dalam tantangan ke depan. Setyanto pada saat itu merupakan salah satu kunci dan pelaku pembuatan penawaran umum sahan perdana (initial public offering/IPO) Telkom pada November 1995.
Setyanto memaparkan, banyak aral melintang yang dihadapi jajaran direksi PT Telkom kala itu termasuk meyakinkan pemerintahan Soeharto yang tidak setuju terhadap IPO. Namun, Setyanto tak lantas kehilangan akal dan mengaku melobi BJ Habibie yang ketika itu menjabat Menristek.
Setyanto meminta BJ Habibie untuk meyakinkan Soeharto agar tak melakukan pembatalan terhadap rencananya. Saat itu, memang Soeharto berencana membatalkannya di hari-hari akhir menjelang listing namun pada akhirnya lobi-lobi BJ Habibie dapat meyakinkan Soeharto.
"Saat-saat terakhir mau dibatalkan, ada tangan-tangan yang ingin membatalkan. Tapi kenapa bisa berhasil? Ada peran Pak Habibie yang memberi penjelasan kepada Soeharto selaku presiden. Pada akhirnya happy ending," kata Setyanto.
Namun demikian, keberhasilan IPO itu berujung kepada pemberhentian Setyanto bersama Martiono Hadianto selaku Dirjen BUMN dan Sekjen Kementerian Keuangan ketika itu.
Setyanto mengungkapkan, keberhasilan menembus bursa saham Amerika dan Indonesia nyatanya berdampak pada adanya ketidaksukaan segelintir orang di tanah air.
"Alasannya karena tidak sesuai dengan keinginan para penguasa saat itu," ungkapnya.
Setyanto mengungkapkan, pelbagai risiko juga harus ditempuh untuk membuat BUMN Telekomunikasi ini melaju di IPO. Risiko itu antara lain memangkas 5.000 karyawan PT Telkom yang tidak produktif.
"Kemudian kita resolusisasi, kantor pusat Telkom saat itu ada 3.000 orang, kita kurangi sekitar 750 orang, kemana sisanya?Bisa pensiun dini atau dipindah ke daerah," ujarnya.
Pengalaman itu memang menjadi bagian dari cerita perjalanan yang dikisahkan di buku tersebut. Disamping itu, ada cerita lucu terkait persiapan IPO BUMN Telekomunikasi itu.
Dia berharap, buku yang dikatakannya sebagai cerita perjuangan ini dapat dipahami anak muda kekinian untuk belajar dari pengalaman yang sudah dilakukannya. Buku ini juga ditujukan untuk semua kalangan terutama pelaku bisnis.
"Bahwa kalian generasi sekarang yang sudah menikmati ini adalah hasil dari para pendahulu. Generasi muda harus bisa lihat ke depan," ujarnya.