RIO DE JANEIRO--Perusahaan yang ingin membeli kayu Brazil dapat memanfaatkan peralatan pelacak digital baru untuk membantu mereka memastikan komoditasnya bukanlah hasil curian dalam rantai pasokan, demikian laporan konservasionis.
"Platform ini mampu mengidentifikasi risiko barang ilegal dalam seluruh rangkaian pasokan kayu," kata Mauricio de Moura Costa selaku direktur operasi untuk BVRio kepada Thomson Reuters Foundation.
Sistem yang disebut bursa kayu bertanggung jawab (The Responsible Timber Exchange) dibuat oleh kelompok konservasi BVRio mengacu pada data pemerintah dan peta satelit untuk membantu pembeli dan penjual melacak asal dan sertifikasi kayu dari Brazil.
"Kami ingin membuat pasar yang membantu pembeli membeli kayu legal dengan cara yang lebih mudah, walau uji kelayakan sangat sulit," ujarnya dalam wawancara terakhir.
Pembalakan kayu secara liar di Brazil, menurut mereka, membuat sekira 90 persen penggundulan hutan di negara tempat hutan tropis terbesar di dunia itu berada, demikian keterangan Badan Penegakan Hukum Lingkungan Negara (IBAMA).
Sebanyak lebih dari separuh kayu tropis yang diperdagangkan secara global diperkirakan berasal dari pembalakan liar, ujar Costa.
Perusahaan yang mencuri kayu kerap terlibat dalam kejahatan lainnya, seperti kerja paksa atau perampasan tanahsecara tidak sah, dan juga mengusir penduduk asli kawasan hutan, dan membahayakan lingkungan hidup.
Platform BVRio mencocokkan individu atau perusahaan yang menjual kayu dengan data resmi untuk memeriksa apakah mereka telah diberi izin oleh negara atau departemen pemerintah federal, dan bebas dari penggunaan budak, mengemplang pajak, atau pelanggaran lingkungan lainnya.
Untuk menebang kayu secara legal di Brazil, pengusaha harus menyerahkan rencana pengelolaan kepada pihak berwenang, yang memberitahukan perkiraan jumlah kayu yang ditebang dan status tanah asal kayu tersebut.
BRVRio yang diluncurkan pada November 2016 itu menganalisis rencana pengelolaan dan data lain untuk memastikan perusahaan yang memperdagangkan memiliki izin yang benar untuk menebang kayu, ujar Costa.
Dia mengemukakan, hal itu bertujuan mengikuti kayu dari hutan ke tempat penggergajian dan pasar ekspor.
Dikatakan Costa, sejauh ini lebih dari 200 tawaran telah diposting ke platform, dari perusahaan yang ingin membeli atau menjual kayu legal dalam jumlah tertentu.
Salah satu perusahaan tersebut adalah Amata, perusahaan perhutanan Brazil yang menjual kayu kepada pelanggan di Amerika Serikat (AS) atau Eropa.
"Minat Amata kepada platform BVRio sangat jelas, yakni menemukan pembeli terbaik bagi kayu kami yang tersertifikasi," kata Dario Guarita Neto, Direktur Utama Amata, menuliskan lewat email kepada Thomson Reuters Foundation.
Amata mengekspor 90 persen produknya karena pasar domestik di Brazil dipenuhi kayu murah dan ilegal, ujar Neto.
Perusahaan yang menjual kayu dari tanah umum atau hutan lindung berharga lebih murah karena tidak harus berurusan dengan ketentuan-ketentuan lingkungan, pajak atau birokrasi yang mensertifikasi hasil hutan mereka.
"Tidak mungkin bersaing di pasar domestik dengan kayu ilegal," kata Neto.
Menurut para ahli, pembalakan kayu secara tidak sah yang relatif mudah dan keuntungan yang dihasilkan dapat memadai, walau turut bertanggung jawab atas 29 persen peningkatan penggundulan hutan di Brazil pada 2015, setelah tingkat penurunan penggundulan hutan selama bertahun-tahun.
Saat ini beberapa perusahaan menaruh harapan yang tinggi untuk platform itu, dan peserta kampanye mengatakan BVRio bergantung terlalu banyak pada data pemerintah yang dapat dimanipulasi melalui proses kejahatan tingkat tinggi.
"BVRio mungkin menjanjikan dalam hal dokumen, namun masalahnya adalah apakah dokumen itu sendiri akurat," ujar Daniel Brindis, peserta senior dalam kampanye hutan dengan kelompok lingkungan Greenpeace.
Di Brazil kayu sering dicuci sebagaimana layaknya pencucian uang di negara lain, yakni memutarnya melalui bisnis yang legal, ujar Brindis.
Pemilik tempat penimbunan kayu sering menggelembungkan jumlah kayu yang dapat mereka tebang dari tanahnya, yang mengizinkan kayu curian masuk ke dalam sistem dan dijual ke tempat pemotongan, ujarnya.
Menurut dokumen penelitian, kayu-kayu itu menjadi legal bahkan jika dicuri dari wilayah hutan lindung.
Oleh karena itu, Brindis mengemukakan, menggarisbawahi yang dirinya lihat sebagai batasan dalam platform baru BVRio.
"Di satu sisi, perusahaan yang mengunakan platform ini menjadi lebih selektif dan tidak membeli kayu dari pasar dengan sembarangan," ujarnya.
"Di sisi lain, sistem dokumen tidak menyediakan data yang dapat ditelusuri dari pohon ke tempat penggergajian."