Bisnis.com, BANDUNG— Kawasan Metropolitan Rebana disebut sudah memiliki modal kuat untuk menjadi lokomotif baru pertumbuhan perekonomian Jawa Barat dan nasional.
Namun hingga kini akselerasi itu dinilai masih belum optimal mengingat masih ada sejumlah tantangan yang masih terus terjadi dan harus segera dituntaskan.
Ekonom dari Universitas Pasundan (Unpas) Acuviarta Kartabi mengatakan, kawasan yang mencakup Cirebon, Subang, Majalengka, Kota Cirebon, Sumedang, Indramayu dan Kuningan ini sudah punya modal besar untuk menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Beberapa di antaranya seperti Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, di Majalengka, Pelabuhan Patimban di Subang dan kawasan Cirebon Raya yang mencakup aktivitas ekonomi dan industri.
Selain itu, kawasan ini juga bisa dilalui banyak akses infrastruktur jalan darat, sepeti Jalur Pantai Utara maupun Jalan Tol Cisumdawu.
“Di sana juga ada potensi hilirisasi produk pertanian, karena di sana banyak lahannya. Juga bisa menyuplai bahan baku,” jelasnya.
Baca Juga
Lalu, dari segi regulasi, sudah diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 87 Tahun 2021, kemudian ada juga Peraturan Gubernur Jawa Barat (Pergub) Nomor 14 dan 15 Tahun 2023.
Meski demikian, ia menilai masih ada tantangan yang harus segera dituntaskan agar kawasan ini bisa berkembang pesat.
Ia menyoroti masalah keselarasan kebijakan antara pemimpin di kawasan aglomerasi ini adalah yang kerap terjadi. Pergantian rezim hingga perbedaan program prioritas menjadikan batu sandungan yang cukup mengganggu.
Meskipun fungsi koordinasi hingga evaluasi ada di ranah Badan Pengelola Kawasan Rebana (BP Rebana), namun ia menilai pemerintah daerah yakni Pemprov Jabar dan Pemkab/Pemkot menjadi penentu kawasan ini cepat atau lambatnya berkembang.
“Seharusnya adanya infrastruktur yang mumpuni ini semua pemda harus selaras, kalau jalan masing-masing akan sulit [berkembang],” ungkapnya.
Kemudian, permasalahan efisiensi pun menjadi hambatan selanjutnya. Pasalnya, untuk menggaet investor yang mayoritas bersumber dari luar negeri dibutuhkan mobilitas yang fleksibel.
“Sedangkan anggaran dari BP Rebana ini seingat saya hanya Rp3 miliar, terus perjalanan luar negeri juga dihapuskan,” ungkapnya.
Menurutnya perlu ada banyak kerja sama investasi dengan pelbagai negara agar membuka keran investasi ke kawasan ini.
Selain itu, promosi investasi juga harus dilakukan. Ia mencatat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat cenderung menunggu “keniscayaan”, dari pemerintah pusat maupun pencatatan investasi di kawasan Jawa Barat bagian barat.
“Kalau itu sih sudah natural, dekat dengan Jakarta,” jelasnya.
Untuk itu, perlu banyak gelaran yang mendatangkan para investor ke Jawa Barat agar ketertarikan mereka untuk berinvestasi tumbuh.
“Yang saya lihat sekarat Pemprov Jawa Barat itu masih minim, kalau mau mendatangkan investor itu harus aktif jemput bola, jangan pasif,” tandasnya.