Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Garut Cabut Status Darurat Bencana Hidrometeorologi, Kini Fokus Ancaman Kekeringan

Fokus Pemkab Garut kini bergeser ke ancaman musim kemarau, terutama potensi kekeringan yang kerap melanda wilayah selatan dan timur Garut.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, GARUT - Pemerintah Kabupaten Garut resmi mencabut status darurat tersebut per 31 Mei 2025, menyusul berakhirnya musim hujan dan penurunan intensitas curah hujan dalam beberapa pekan terakhir.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Garut Aah Anwar Saefuloh menyampaikan status siaga darurat yang ditetapkan sejak November 2024 tidak diperpanjang. Menurutnya, fokus kini bergeser ke ancaman musim kemarau, terutama potensi kekeringan yang kerap melanda wilayah selatan dan timur Garut.

“Siaga darurat hidrometeorologi sudah dinyatakan selesai. Sekarang kita masuk masa transisi ke kemarau, dan potensi kekeringan mulai kami antisipasi,” ujar Aah saat ditemui di kantornya.

Selama masa siaga, Garut dihantam beragam bencana hidrometeorologi. Banjir melanda daerah dataran rendah seperti Kecamatan Banyuresmi dan Tarogong Kidul, sementara tanah longsor terjadi di wilayah perbukitan seperti Cisewu, Talegong, dan Cikelet. 

Tidak sedikit rumah warga rusak, akses jalan terputus, hingga lahan pertanian tertimbun.

“Selama enam bulan terakhir kami mencatat puluhan kejadian, dari banjir, longsor, tanah bergerak, hingga angin kencang. Semua itu sudah ditangani sesuai kapasitas daerah, meski tantangan di lapangan selalu ada,” kata Aah.

Pihaknya mengapresiasi kerja keras relawan, tim SAR, serta partisipasi masyarakat dalam mengurangi risiko bencana selama musim hujan.

“Ini kerja kolektif. Masyarakat juga mulai paham bahwa kesiapsiagaan adalah tanggung jawab bersama,” tambahnya.

Usai meredanya hujan, ancaman baru pun datang. Wilayah Garut dikenal sebagai salah satu daerah yang cukup rentan terhadap dampak kemarau panjang. 

Setiap tahun, belasan desa mengalami kesulitan air bersih, sementara lahan pertanian yang bergantung pada tadah hujan kerap mengalami gagal panen.

“Kalau musim hujan kita hadapi banjir dan longsor, sekarang giliran kekeringan yang harus diwaspadai. Siklusnya sudah kita pahami, tinggal bagaimana mitigasi dilakukan lebih awal,” jelas Aah.

BPBD Garut, bersama instansi lain seperti Dinas Pertanian dan PDAM, tengah memetakan daerah rawan kekeringan dan menyusun langkah-langkah tanggap cepat. Penyediaan air bersih dengan mobil tangki, optimalisasi sumur artesis, dan pengaturan pola tanam menjadi agenda utama.

Meski status siaga sudah dicabut, masyarakat tetap diimbau tidak mengabaikan potensi bahaya. Aah menegaskan, perubahan cuaca yang tidak menentu akibat krisis iklim global bisa membuat pola bencana tak lagi mengikuti musim seperti sebelumnya.

“Sekarang sudah tidak bisa pakai pola lama saja. Kadang hujan besar bisa datang tiba-tiba di tengah kemarau. Jadi kewaspadaan tetap nomor satu,” kata Aah.

Ia juga mendorong masyarakat aktif memelihara lingkungan, seperti tidak menebang pohon sembarangan, memperbanyak resapan air, dan menjaga aliran sungai dari sampah.

“Sikap masyarakat sangat menentukan. Bencana bisa lebih parah kalau kita tidak peduli terhadap lingkungan,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hakim Baihaqi
Editor : Ajijah
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper