Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Akui Kemarau Basah Berdampak Serius pada Produksi Garam di Cirebon

Fenomena cuaca kemarau basah yang terjadi sejak beberapa pekan terakhir mulai berdampak serius terhadap sektor produksi garam rakyat di Kabupaten Cirebon.
Ilustrasi/Freepik
Ilustrasi/Freepik

Bisnis.com, CIREBON - Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Kabupaten Cirebon menyebutkan fenomena cuaca kemarau basah yang terjadi sejak beberapa pekan terakhir mulai berdampak serius terhadap sektor produksi garam rakyat di Kabupaten Cirebon.

Menurut Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Pengolahan dan Pengawasan Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Kabupaten Cirebon Ahmad Baihaqi, musim kemarau yang seharusnya menjadi masa panen justru diwarnai curah hujan cukup tinggi. Hal ini membuat proses produksi garam tergangggu dan menyebabkan kerugian besar di tingkat petambak.

Cuaca kemarau basah, kata Baihaqi, merupakan kondisi iklim anomali di mana hujan masih kerap turun meski sudah memasuki musim kemarau. Kondisi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor global seperti la nina lemah, suhu permukaan laut yang hangat, hingga perubahan pola angin akibat krisis iklim.

“Produksi garam rakyat sangat tergantung pada proses penguapan air laut di tambak. Tapi ketika hujan masih sering turun saat kemarau, penguapan tidak maksimal, kristalisasi terganggu, bahkan gagal total,” kata Baihaqi, saat dihubungi, Senin (26/5/2025).

Ia menyebutkan, banyak petani garam yang kehilangan siklus panen akibat gangguan cuaca ini. Air laut yang sudah diendapkan menjadi encer kembali karena terguyur hujan, sehingga tidak bisa membentuk kristal garam. 

Selain itu, tambak yang seharusnya menghasilkan panen dalam 10 hingga 15 hari menjadi kosong dan hanya menyisakan kerugian.

Selain berdampak pada kuantitas, kualitas garam yang dihasilkan juga mengalami penurunan tajam. Baihaqi mengungkapkan, kristal garam yang tercampur air hujan berwarna kusam, basah, dan mudah hancur.

“Dalam kondisi normal, garam bisa dikeringkan dan disimpan. Tapi sekarang, karena kadar airnya tinggi dan banyak kotoran ikut tercampur, garam yang dihasilkan tidak memenuhi standar industri. Bahkan, sebagian besar hanya laku dijual dengan harga sangat rendah di pasaran tradisional,” ujarnya.

Akibatnya, banyak petani garam mengalami penurunan pendapatan yang drastis. Beberapa di antaranya bahkan tidak mampu menutupi biaya produksi, apalagi menyiapkan modal untuk musim berikutnya.

Kondisi ini menunjukkan betapa rapuhnya sektor garam rakyat dalam menghadapi perubahan iklim, terutama tanpa adanya teknologi mitigasi yang memadai. Sebagian besar petani masih menggunakan metode tradisional dan bergantung sepenuhnya pada kondisi alam.

“Kalau terus-menerus dibiarkan seperti ini, maka petambak kita akan semakin merugi, dan bisa jadi meninggalkan usaha garam sama sekali. Ini sangat memprihatinkan karena Kabupaten Cirebon termasuk salah satu sentra garam nasional,” ujar Ahmad.

Pihak DKPP, lanjutnya, saat ini sedang menyusun skema pendampingan kepada petambak garam untuk menghadapi kondisi anomali cuaca. Salah satu usulan yang tengah dikaji adalah pengadaan alat penutup tambak dan penerapan teknologi geomembran agar petani tetap bisa memproduksi garam meski dalam cuaca tidak menentu.

“Kami berupaya berkoordinasi dengan pihak provinsi dan kementerian agar ada dukungan anggaran. Harapannya, petambak tidak hanya diberi bantuan sekali pakai, tapi juga dibekali teknologi yang membuat produksi mereka lebih tangguh terhadap perubahan iklim,” jelasnya.

Ahmad juga menekankan pentingnya memperkuat sistem informasi cuaca dan pelatihan bagi petani dalam membaca tren iklim jangka pendek. Menurutnya, edukasi menjadi kunci agar petambak bisa mengambil keputusan cepat untuk menyelamatkan produksi saat terjadi hujan mendadak.

Dengan sisa waktu musim kemarau yang masih tersisa beberapa bulan, DKPP mengimbau para petambak untuk terus waspada dan rutin memantau prakiraan cuaca. 

“Kalau hujan terus terjadi, petambak harus realistis dalam menargetkan panen. Kami sarankan untuk memperpendek siklus dan jangan terlalu memaksakan produksi di saat kondisi tidak memungkinkan,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hakim Baihaqi
Editor : Ajijah
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper