Bisnis.com, GARUT - Sembilan warga sipil menjadi korban dalam ledakan maut di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Senin pagi (12/5/2025).
Di balik tragedi tersebut, terungkap fakta memilukan, yaitu para korban bekerja membongkar selongsong amunisi usang dengan upah harian mulai dari Rp150.000.
Warga Cibalong, Agus Setiawan menyebutkan, ia sudah lama bekerja sebagai buruh pembongkar amunisi di lokasi tersebut. Kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang datang menjenguk para korban luka di RSUD Pameungpeuk pada Selasa (13/5/2025), Agus mengaku ia dan rekan-rekannya bukan pemulung seperti yang sempat diberitakan.
“Kami itu kerja, bukan nyari rongsokan. Kerjaan kami buka selongsong,” ujar Agus, yang juga merupakan kakak kandung Rustiawan, salah satu korban meninggal dunia dalam ledakan tersebut.
Pekerjaan membongkar amunisi, menurut Agus, sudah berlangsung lama dan dilakukan secara musiman. Warga desa akan dipanggil bekerja setiap kali datang kiriman amunisi tak terpakai.
Pekerjaan tersebut melibatkan pembongkaran manual terhadap selongsong peluru sebelum bahan peledak dimusnahkan. Sistem kerja tanpa kontrak dan tanpa pelindung keselamatan.
Baca Juga
“Kalau ada barang datang, kerja bareng. Satu putaran biasanya 12 hari selesai. Setelah itu nunggu kiriman berikutnya,” jelas Agus.
Setiap hari bekerja, Agus mengaku dibayar Rp150.000. Sementara itu, pekerja senior atau koordinator mendapat bayaran lebih tinggi, hingga Rp200.000. Meski terlihat sebagai pekerjaan kasar biasa, risiko pekerjaan ini sejatinya sangat tinggi.
Namun warga tak punya pilihan lain karena sulitnya lapangan pekerjaan di daerah tersebut.
Laporan warga lain menyebutkan bahwa selepas peledakan, sisa-sisa logam dari amunisi sering dimanfaatkan sebagai rongsokan untuk dijual kembali. Agus tidak menampik banyak dari rekan-rekannya juga melakukan itu, sebagai tambahan penghasilan.
Sebanyak 13 orang menjadi korban dalam ledakan amunisi usang milik TNI yang terjadi di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, pada Senin (12/5/2025).
Empat di antaranya adalah anggota TNI, yaitu Kolonel Cpl Antonius Hermawan, Mayor Cpl Anda Rohanda, Kopral Dua Erik Priambodo, dan Prajurit Satu Aprio Seriawan.
Selain itu, sembilan warga sipil juga turut menjadi korban, yakni Agus bin Kasmin, Ipan bin Obur, Anwar bin Inon, Iyus Ibin bin Inon, Iyus Rizal bin Saifullah, Totok, Bambang, Rustiawan, dan Endang.
Menurut informasi awal, pemusnahan amunisi tersebut merupakan bagian dari kegiatan rutin TNI untuk menyingkirkan bahan peledak yang telah melewati masa pakainya.
Kegiatan ini dilaksanakan di lokasi yang dianggap aman dan jauh dari permukiman warga. Namun insiden tragis ini justru mengundang duka mendalam bagi masyarakat sekitar.
Ledakan pertama terjadi sekitar pukul 09.30 WIB dan menggetarkan kawasan sejauh beberapa kilometer. Suara dentuman terdengar keras dan menggema, hingga membuat warga sekitar berhamburan ke luar rumah untuk mencari tahu sumber suara.
Sejumlah saksi menyebutkan, tanah sempat bergetar ketika ledakan terjadi.
Namun nahas, beberapa saat setelah warga berkumpul di sekitar lokasi, ledakan kedua terjadi. Ledakan ini jauh lebih fatal karena terjadi ketika sejumlah warga berada dalam radius bahaya.
Korban tewas pun berjatuhan seketika, dan beberapa lainnya mengalami luka berat akibat hempasan gelombang ledakan dan serpihan material.
Hingga berita ini diturunkan, proses identifikasi terhadap korban masih dilakukan oleh tim gabungan dari TNI, kepolisian, dan petugas medis. Sebagian korban mengalami luka bakar dan luka akibat serpihan logam.