Bisnis.com, GARUT - Duka mendalam menyelimuti keluarga korban ledakan amunisi di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Harapan utama mereka saat ini hanya satu, yakni agar jasad anggota keluarga yang menjadi korban tragedi tersebut bisa segera dibawa pulang dan dimakamkan dengan layak.
Ledakan dahsyat terjadi pada Senin (12/5/2025) saat sejumlah pekerja tengah menangani pemusnahan amunisi kedaluwarsa. Suara ledakan menggelegar mengguncang kawasan sekitarnya, mengakibatkan 13 nyawa melayang seketika. Di antara korban, terdapat nama Endang, buruh harian lepas yang baru sehari bekerja di lokasi kejadian.
Farid, adik kandung Endang, mengungkapkan kesedihan dan ketidakpercayaan atas kabar duka tersebut. Ia datang langsung ke lokasi untuk memastikan kabar yang ia terima, namun hingga hari berikutnya, jenazah sang kakak belum juga bisa dipulangkan.
“Harapan kami, keluarga korban, semoga bisa segera dibawa pulang untuk dimakamkan,” ujar Farid di lokasi, Selasa (13/5/2025), dengan suara lirih.
Endang, menurut Farid, bukanlah pekerja tetap. Ia hanya menjalani pekerjaan serabutan demi mencukupi kebutuhan keluarga.
Baca Juga
Kesempatan bekerja di tempat pemusnahan amunisi itu datang dari ajakan seorang teman. Namun siapa sangka, hari pertama kerja justru menjadi hari terakhir dalam hidupnya. “Dia baru kemarin mulai kerja. Ada temannya yang ngajak. Karena butuh uang, dia ikut,” tambah Farid, menahan emosi.
Tragedi ini tidak hanya meluluhlantakkan satu keluarga. Di titik lain, Uus Sutiana juga tampak menunggu kepastian. Ia adalah keponakan dari almarhum Dadang, salah satu korban lainnya. Sejak siang hari sebelumnya, Uus telah berada di lokasi evakuasi, berharap proses identifikasi berjalan cepat.
“Saya kemarin nunggu dari jam 12 siang sampai sekarang belum bisa. Tentu harapannya segera bisa pulang untuk dimakamkan,” ucap Uus singkat.
Sebanyak 13 orang menjadi korban dalam ledakan amunisi usang milik TNI yang terjadi di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, pada Senin (12/5/2025).
Empat di antaranya adalah anggota TNI, yaitu Kolonel Cpl Antonius Hermawan, Mayor Cpl Anda Rohanda, Kopral Dua Erik Priambodo, dan Prajurit Satu Aprio Seriawan.
Selain itu, sembilan warga sipil juga turut menjadi korban, yakni Agus bin Kasmin, Ipan bin Obur, Anwar bin Inon, Iyus Ibin bin Inon, Iyus Rizal bin Saifullah, Totok, Bambang, Rustiawan, dan Endang.
Menurut informasi awal, pemusnahan amunisi tersebut merupakan bagian dari kegiatan rutin TNI untuk menyingkirkan bahan peledak yang telah melewati masa pakainya.
Kegiatan ini dilaksanakan di lokasi yang dianggap aman dan jauh dari permukiman warga. Namun insiden tragis ini justru mengundang duka mendalam bagi masyarakat sekitar.
Ledakan pertama terjadi sekitar pukul 09.30 WIB dan menggetarkan kawasan sejauh beberapa kilometer. Suara dentuman terdengar keras dan menggema, hingga membuat warga sekitar berhamburan ke luar rumah untuk mencari tahu sumber suara.
Sejumlah saksi menyebutkan, tanah sempat bergetar ketika ledakan terjadi.
Pihak TNI yang bertugas sempat mengamankan lokasi, namun informasi belum jelas apakah penjagaan saat itu cukup ketat untuk menghalau warga mendekat. Beberapa warga yang penasaran mulai bergerak ke lokasi setelah mengira proses pemusnahan telah selesai.
Mereka datang dengan maksud untuk mengumpulkan serpihan logam sisa ledakan yang biasa dijual sebagai besi tua.
Namun nahas, beberapa saat setelah warga berkumpul di sekitar lokasi, ledakan kedua terjadi. Ledakan ini jauh lebih fatal karena terjadi ketika sejumlah warga berada dalam radius bahaya.
Korban tewas pun berjatuhan seketika, dan beberapa lainnya mengalami luka berat akibat hempasan gelombang ledakan dan serpihan material.
Hingga berita ini diturunkan, proses identifikasi terhadap korban masih dilakukan oleh tim gabungan dari TNI, kepolisian, dan petugas medis. Sebagian korban mengalami luka bakar dan luka akibat serpihan logam.