Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

GPEI: Kemenlu Harus Monev Peran Para Dubes dalam Upaya Tingkatkan Ekspor

Kementerian Luar Negeri perlu melakukan monitoring dan evaluasi kepada duta besar atau konsulat jenderal agar berperan aktif mendorong diversifikasi ekspor.
(Kiri ke kanan) Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Khairul Mahalli, Kepala Disperindag Jawa Barat Nining Yuliastiani, dan Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat Muslimin Anwar menjadi pembicara dalam diskusi ekonomi Coffeenomic di The Luxton Hotel, Kota Bandung.
(Kiri ke kanan) Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Khairul Mahalli, Kepala Disperindag Jawa Barat Nining Yuliastiani, dan Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat Muslimin Anwar menjadi pembicara dalam diskusi ekonomi Coffeenomic di The Luxton Hotel, Kota Bandung.

Bisnis.com, BANDUNG — Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Khairul Mahalli menilai Kementerian Luar Negeri perlu melakukan monitoring dan evaluasi kepada duta besar atau konsulat jenderal agar berperan aktif dalam mendorong diversifikasi ekspor.

Salah satu kegagalan dari Kementerian Luar Negeri melalui para duta besar dan konsulat jenderalnya adalah tidak mampu mendeteksi dini diberlakukannya tarif resiprokal Amerika Serikat. Sehingga, terkesan Indonesia tidak memiliki informasi tersebut dan tidak mampu melakukan mitigasi.

“Kalau perlu 6 bulan itu dimonev, kalau nggak bisa menjual minumum [ekspor] satu konten lokal kita, tarik lagi saja,” ungkap dia dalam diskusi Coffeenomics dengan mengusung bahasan soal Daya Tahan Sektor Andalan & Masa Depan Sektor Anyar di Tengah Perang Tarif Global, di The Luxton Hotel, Kota Bandung, Selasa (29/4/2025).

Ia menilai, peran dari perwakilan negara di negara lain tersebut bukan hanya piawai melakukan diplomasi, tapi juga menjadi agent of marketing untuk produk domestik.

“Diplomasi ekonominya harus jalan, kalau tidak berhasil [menjual produk], berarti gagal menjalankan misi,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB) Iwa Koswara mengakui saat ini ada sejumlah perusahaan yang mulai merumahkan ribuan karyawannya yang merupakan dampak dari resiprokal Amerika Serikat.

“Jangankan naik 32%, 10% dalam 90 hari saja sudah sangat berat,” ungkap Iwa.

Ia menjelaskan dari total 1.489 anggota APKB, 645-nya merupakan industri TPT dan Garmen dan sangat terdampak dengan aturan tersebut.

“200-nya itu ada di Jawa Barat, jadi pasti Jabar ini terdampak,” imbuhnya.

Iwa juga menjelaskan, sebagai daerah dengan aktivitas ekspor impor tertinggi di Indonesia, kekuatan logistik di Jawa Barat sangat lemah. 

Sehingga APKB mendorong Jawa Barat agar bisa segera memiliki pelabuhan laut yang representatif dan optimalisasi peran Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati di Majalengka.

“Padahal melihat arah perkembangan dunia usaha itu ke sana, ke Cirebon, Majalengka. Dan sayang sekali kita tidak bisa memanfaatkan Kertajati sebagaimana mestinya,” ungkapnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dea Andriyawan
Editor : Ajijah
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper