Bisnis.com, BANDUNG— Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut Indonesia jangan sampai seperti Jepang dan Korea Selatan yang kehilangan generasi emas lantaran angka kelahiran yang minim.
Hal tersebut dikarenakan masyarakat di dua negara tersebut melakukan urbanisasi besar-besaran meninggalkan desa dan mengadu nasib di perkotaan.
“Mereka akhirnya bersaing, dan berorientasi pendidikan untuk bersaing di dunia kerja, akhirnya mereka tidak menikah, itu yang mengakibatkan generasinya mudanya menciut,” ungkapnya di Sumedang, Rabu (15/1/2025).
Untuk itu, ia meminta agar potensi di perdesaan bisa dioptimalkan untuk mengurangi urbanisasi. Hingga saat ini perbandingan masyarakat yang tinggal di kota dan desa adalah 55%-45%.
Untuk itu, ia mengimbau pemerintah daerah dan desa untuk segera menjajaki pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang fokus pada sektor pangan.
Menurutnya, langkah tersebut menjadi strategi penting untuk menurunkan urbanisasi dan meningkatkan kemandirian ekonomi desa, serta menciptakan ekosistem bisnis yang berkelanjutan.
Baca Juga
“Bumdes spesifik pangan memiliki potensi besar untuk menumbuhkan ekonomi lokal. Desa yang mampu menghidupkan sektor pangannya secara mandiri, tidak hanya akan memperkuat ketahanan pangan, tetapi juga mencegah anak muda berlomba-lomba mencari pekerjaan di kota,” ujar Tito dalam arahannya.
Selain itu, Mendagri Tito juga menekankan pentingnya memilih orang yang memahami bisnis dalam menjalankan Bumdes. Dengan pendekatan yang tepat, desa dapat memanfaatkan peluang besar di sektor pangan, mulai dari hasil panen hingga produk olahan.
"Program ini memungkinkan masyarakat desa untuk mendapatkan penghasilan yang setara dengan di kota, tanpa harus meninggalkan desa mereka," ungkapnya.
Tak hanya itu, Tito juga mengajak kepala daerah, mulai dari gubernur, wali kota hingga bupati, untuk mempertimbangkan pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di sektor pangan.
Ia mencontohkan keberhasilan DKI Jakarta melalui ID Food dan Foodstation yang mampu menjaga stabilitas harga pangan dengan menyerap produk pertanian saat harga anjlok dan menjualnya saat harga naik.
Tito juga mendorong Bumdes untuk bermitra dengan pihak swasta yang memiliki kapasitas menyerap produk pangan dengan harga yang dapat menutup biaya operasional petani.
"Kerja sama ini dinilai sebagai solusi yang saling menguntungkan dan mampu memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi desa," ujarnya.
Lebih lanjut Tito menyebutkan, peluang besar bagi Bumdes juga tersapat dalam program makan siang bergizi bagi anak-anak dan ibu hamil yang membutuhkan pasokan pangan dalam jumlah besar.
“Desa dapat memanfaatkan program ini dengan menjadi pemasok utama untuk dapur-dapur yang melayani program gizi tersebut. Sinergi antardesa atau dengan pengusaha dapat menciptakan solusi yang saling menguntungkan,” ungkapnya.
Terakhir Mendagri menyampaikan bahwa program tersebut menjadi peta jalan penting untuk membangun desa yang mandiri, kuat, dan mampu bersaing.
"Dengan mengoptimalkan potensi pangan melalui Bumdes, desa-desa di Indonesia diharapkan dapat menjadi pusat ekonomi baru yang menggerakkan pertumbuhan nasional secara inklusif," tuturnya.
“Ini bukan hanya soal pangan, tetapi juga bagaimana desa-desa kita menjadi tempat tinggal yang layak, mandiri, dan memberikan harapan bagi masyarakatnya untuk hidup lebih baik,” tutup Tito.