Bisnis.com, CIREBON - Harga telur ayam diprediksi akan terus mengalami kenaikan hingga libur Natal dan Tahun Baru 2025. Kenaikan ini dipengaruhi oleh berkurangnya ketersediaan pasokan dari pihak produsen serta meningkatnya permintaan menjelang momen liburan akhir tahun.
Berdasarkan pantauan di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Cirebon, harga telur ayam saat ini sudah menunjukkan tren kenaikan secara bertahap.
Di Pasar Sumber, harga telur ayam yang sebelumnya berada di kisaran Rp28.000 per kilogram kini naik menjadi Rp30.500. Pedagang memperkirakan harga tersebut masih akan bergerak naik seiring dengan meningkatnya permintaan.
Asisten Deputi Stabilisasi Harga Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Pangan), Muhammad Siradj Parwito, mengonfirmasi, kenaikan harga telur ayam ini wajar terjadi pada periode tertentu, terutama menjelang perayaan besar seperti Natal dan Tahun Baru.
“Naiknya harga telur ayam disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah keterbatasan pasokan dari pihak produsen. Di saat yang sama, permintaan dari masyarakat meningkat cukup signifikan menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru,” kata Siradj saat ditemui di Kabupaten Cirebon, Selasa (17/12/2024).
Menurut Siradj, tren kenaikan harga telur ayam menjelang momen liburan tidak bisa dihindari. Produksi dari peternak mengalami sedikit hambatan karena tingginya biaya pakan dan distribusi.
Baca Juga
Di sisi lain, momen Natal dan Tahun Baru selalu diiringi peningkatan konsumsi telur ayam, baik untuk kebutuhan rumah tangga, usaha kuliner, maupun industri kecil dan menengah.
“Kebutuhan masyarakat akan telur ayam melonjak di akhir tahun, baik untuk kebutuhan konsumsi pribadi maupun produksi makanan skala kecil dan besar. Kenaikan permintaan ini tidak sepenuhnya bisa diimbangi oleh ketersediaan stok yang ada saat ini,” jelas Siradj.
Faktor lain yang turut mendorong kenaikan harga adalah tingginya biaya produksi, khususnya pakan ternak yang sebagian besar masih bergantung pada bahan impor.
Sejak beberapa bulan terakhir, harga jagung dan kedelai sebagai bahan baku utama pakan ternak terus mengalami kenaikan, sehingga berdampak pada biaya produksi telur ayam.
Nur, pedagang telur di Pasar Pasalaran Kabupaten Cirebon mengungkapkan kenaikan harga membuat banyak pelanggan mengurangi jumlah pembelian.
"Biasanya pelanggan saya beli dua sampai tiga kilogram, sekarang rata-rata cuma beli satu kilogram. Beberapa bahkan batal beli karena merasa harganya terlalu mahal," kata Nur.
Nur mengaku, merasa kesulitan karena kenaikan harga ini berdampak langsung pada pendapatannya. Dengan daya beli masyarakat yang melemah, stok telur di lapaknya sering kali tidak habis terjual.
Namun, sebagai pedagang kecil, dia tidak memiliki fasilitas penyimpanan yang memadai, sehingga harus mengambil risiko besar jika telur tidak laku.
"Telur itu nggak bisa disimpan lama, kalau sudah terlalu lama akan busuk. Jadi, kami harus pintar-pintar mengatur stok. Takut rugi besar," ungkapnya.
Menurut Hadi Santoso, seorang peternak ayam di Cirebon, kenaikan harga telur ayam tidak lepas dari tingginya biaya produksi yang saat ini sedang dialami oleh para peternak.
Hadi menjelaskan, musim hujan yang melanda Kabupaten Cirebon juga berdampak pada produktivitas ayam. Ayam membutuhkan lingkungan yang stabil, sementara suhu dingin dan kelembapan tinggi membuat ayam lebih stres, sehingga jumlah telur yang dihasilkan menurun.
"Produksi telur turun saat musim hujan seperti ini. Kami harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menjaga suhu kandang tetap stabil, misalnya dengan pemanas. Ini jelas memengaruhi biaya operasional," kata Hadi.