Bisnis.com, BANDUNG — Meski sempat dihantam dampak Pandemi Covid-19 saat merintis usaha, ruang kreatif di Pasar Tradisional Kosambi, The Hallway Space, mulai tenar sebagai salah satu destinasi yang wajib dikunjungi muda mudi Kota Bandung.
Founder The Hallway Space, Faizal Budiman mengatakan, mulanya 2019 lalu, lokasi yang kini ramai dikunjungi, merupakan ruang terbengkalai yang tidak dimanfaatkan di Pasar Kosambi.
Dengan urunan, akhirnya dia dan tiga teman lainnya berhasil mengumpulkan Rp20 juta. Mereka akhirnya menyulap lantai terbengkalai ini menjadi sebuah ekosistem ekonomi kreatif yang memiliki daya tarik tersendiri.
"Ngebangun The Hallway Space itu modalnya cuma patungan Rp5 juta per orang dari empat orang. Kita izinnya ke Perumda Pasar. Dulu tempat ini sepi, terbengkalai 15 tahun. Awalnya cuma dua toko," ujar pria yang akrab disapa Bob ini dalam keterangan yang diterima Bisnis, Senin (15/7/2024).
Pandemi Covid-19 tidak menyurutkan Bob dan rekan-rekannya untuk menyulap The Hallway Space menjadi sebuah tempat 'nongkrong' anak muda kreatif Kota Bandung.
Hingga akhirnya, pada 1 Oktober 2020, setelah satu tahun mengajak tenan-tenan dengan visi misi yang sama, serta merenovasi fisik kecil-kecilan, The Hallway Space dibuka untuk umum.
Baca Juga
"Soft opening 1 Oktober 2020 trafficnya udah seribuan orang perhari orang yang datang. Dulu 20 toko pertama isinya teman-teman KOL. l, 20 toko pertama tersebut kita kasih sewa setahun gratis buat ngeboosting hingga sekarang jadi 140 toko yang kita kelola," aku Bob.
Karena dikelola dengan apik dalam segala hal, The Hallway Space hingga saat ini tidak pernah sepi pengunjung. Bahkan, omzet beberapa toko pun terbilang cukup tinggi.
"Omzet dipukul rata aja kalau misalkan dalam satu hari 1.000 orang yang datang dikali satu orang minimal spendmoneynya Rp50.000 mungkin udah Rp50 juta perhari untuk keseluruhan. Tahun kemarin pas ramadan bahkan ada yang sampai Rp1 miliar per bulan," ujarnya.
Bob menjelaskan, The Hallway Space bisa bertahan hingga saat ini karena terjalin ekosistem sehat antartenant terutama dalam hal promosi media sosial yang dibuat selalu menarik. Tidak hanya promosi, produk-produk yang dijualpun dikurasi secara detil dan tidak sembarangan orang bisa berjualan.
"Kita ada beberapa tenan yang punya loyal customer sendiri Kurasi tenant biar vibesnya tetap terjaga. Dari proses kurasi itu hasilnya si bentuk toko jadi lebih enak dipandang,” tuturnya.
Untuk itu, ia berharap kepada Pemkot Bandung di bawah kepemimpinan wali kota yang baru nantinya, harapan pelaku bisnis kreatif di lokasi ini terbilang sederhana. Mereka hanya berharap tetap bisa mengekspresikan kreatifitas mereka di sini.
"Harapannya atau targetnya, kepingin tempat ini tetap ada, menjadi salah satu wadah atau ekosistem ekonomi kreatif di Bandung. Konsep Ini sudah terduplikasi di kota lain seperti di Surabaya dan Solo. Kalau ini bisa terduplikasi di kota-kota lain jadi banyak aset-aset pasar yang bisa hidup," tandasnya.
Bakal Calon Wali Kota Bandung Arfi Rafnialdi menyempatkan menikmati semangkuk cuanki di sudut The Hallway Space. Selain kuliner, Arfi juga membeli kaos di toko Senikanji dengan harga Rp150.000.
"Cuankinya enak pisan, ini juga masih mau cari tempat ngopi yang enak. Tadi di depan sempat beli kaos Senikanji. Kaosnya unik tulisan pepatah bahasa Indonesia tapi tulisan kanji. Saya penasaran pas di google translate ternyata benar artinya," ungkap Arfi.
Arfi mengaku sangat kagum dengan The Hallway Space yang terus bertumbuh menjadi ruang berekspresi anak muda kreatif Kota Bandung. Menurut dia, The Hallway Space berhasil membuat generasi muda mau datang berkunjung ke pasar tradisional.
"Anak muda kan jarang mau ke pasar kalau pasarnya biasa-biasa saja. Tapi ternyata bisa jadi keren banget. Bahkan tadi ngobrol sama Bob, ternyata justru aktivasi di The Hallway Space ini membuat pasar ini jadi hidup 24 jam. Sore sampai ke malam pada nongkrong, ada yang launching produk, ada yang mini konser yang lebih intimate. Dan malamnya sudah mulai persiapan pasar basah, jadi nyambung terus," tuturnya.
Namun demikian, Arfi menambahkan, dengan karakteristik yang berbeda-beda, tidak semua pasar di Kota Bandung bisa mengusung konsep serupa dengan The Hallway Space.
"Enggak harus semua sama kaya gini. Saya meyakini kreatifnya orang Bandung bisa membuat kekhasan dari satu tempat. Mungkin ada beberapa tempat yang bisa dengan konsep seperti ini, tapi bisa jadi di pasar yang lain perlu kreatifitas yang berbeda. Ini sebetulnya harapan agar ekonomi kreatif berputar terus, karena kita berharap orang-orang yang datang dan hidup di kota ini taraf hidupnya meningkat," pungkasnya.