Bisnis.com, BANDUNG -- Pemulihan ekonomi baik global, nasional maupun Jawa Barat di 2024 masih dihadapkan pada tantangan berbagai gejolak eksternal.
Tantangan tersebut terutama bersumber dari fragmentasi geopolitik yang berpotensi lebih lama, ancaman perubahan iklim yang dapat mengganggu rantai pasok pangan global, hingga pengetatan kebijakan moneter bank sentral negara utama dalam merespons tingginya inflasi.
Jika berlanjut, kondisi tersebut dinilai dapat meningkatkan tekanan inflasi global yang berpotensi menahan laju pertumbuhan ekonomi.
Kepala Bank Indonesia Jawa Barat Erwin Gunawan Hutapea mengatakan secara spasial, berdasarkan rilis BPS, pada tahun 2023, inflasi gabungan 7 Kota IHK di Jawa Barat mencapai 2,48% (yoy).
Capaian tersebut berada dalam rentang target, sekaligus lebih rendah dari inflasi tahun 2022 sebesar 6,04% (yoy), dan di bawah inflasi nasional yang tercatat sebesar 2,61% (yoy).
Meski demikian, dilihat dari komponen disagregasi, level inflasi pangan bergejolak masih berada di atas 5%, sehingga perlu diwaspadai. Aneka cabai, bawang putih, dan beras merupakan komoditas pangan penyumbang inflasi dan memiliki andil yang tinggi pada Desember 2023.
Baca Juga
"Inflasi beras mendorong tingkat inflasi pangan pada tahun 2023. Dari sisi on farm, tantangan utamanya adalah penurunan luas panen dan tingginya biaya produksi," ungkap dia dalam keterangan resmi yang dikutip Bisnis, Senin (22/1/2024).
Sementara itu pada tahap pascapanen masih terdapat bottleneck dalam pengolahan Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG), serta peremajaan dan revitalisasi Rice Milling Unit (RMU).
"Maka dari itu, berbagai upaya inovatif dalam memperkuat ketahanan pangan di daerah menjadi sangat penting guna menjaga dan meningkatkan momentum pertumbuhan ekonomi sekaligus mengantisipasi potensi tekanan inflasi," ungkap dia.
Salah satu daerah produsen padi terbesar di Jawa Barat berada di wilayah Kabupaten Cianjur. Sebagai sektor penopang perekonomian, aktivitas pertanian padi di Kabupaten Cianjur saat ini masih menggunakan mesin atau teknologi konvensional sehingga potensi panen belum terealisasi secara optimal.
Sebagai respons atas kondisi tersebut, dan dalam rangka menjawab tantangan potensi tekanan inflasi pangan di 2024, Bank Indonesia Jawa Barat bersinergi dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) Kabupaten Cianjur menggelar High Level Meeting (HLM).
Bertempat di Pendopo Kabupaten Cianjur, HLM TPID – TP2DD menginisiasi program bertajuk “Cianjur Project” sebagai upaya sinergi sekaligus mendukung pengendalian inflasi dan mendukung perekonomian melalui optimalisasi ekosistem ekonomi syariah terutama pondok pesantren, serta perluasan digitalisasi di wilayah Cianjur.
Implementasi program Cianjur Project diwujudkan dengan membentuk Ekosistem Ketahanan Pangan Terintegrasi (PANGSI) sebagai kelanjutan success story dari pengembangan ekosistem yang sama di wilayah Sukabumi pada 2023.
Guna mengoptimalkan potensi Cianjur sebagai produsen beras sekaligus salah satu lumbung beras Jawa Barat, Ekosistem PANGSI – Cianjur Project berfokus pada budidaya, penggilingan, dan pemasaran komoditas beras dengan melibatkan peran strategis pondok pesantren sebagai unit usaha syariah yang potensial.
Pencanangan “Cianjur Project” secara resmi dilakukan dengan penandatanganan naskah Komitmen Ekosistem Ketahanan Pangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Barat oleh Kepala Bank Indonesia Jawa Barat, Bupati Cianjur, Kelompok Tani Tipar Jaya, dan pimpinan 5 Pondok Pesantren di wilayah Kabupaten Cianjur (Ponpes Daar Adnan, Ar-Risalah, Al-Mughniyyah, Al-Kautsar, dan Al-I’tishom).
Selain Pondok Pesantren, ekosistem PANGSI – Cianjur Project juga didukung oleh keterlibatan Forkopimda, perbankan, pelaku usaha, terutama UMKM, dan kelompok masyarakat subsisten di wilayah Kabupaten Cianjur.
Erwin menyampaikan bahwa Ekosistem PANGSI - Cianjur Project memiliki tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan revitalisasi penggilingan padi dengan harga kompetitif melalui implementasi ekosistem terintegrasi dari hulu ke hilir.
"Hal ini dilakukan melalui implementasi digital smart farming dan pertanian presisi guna meningkatkan produktivitas pertanian, selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor; dan menciptakan regenerasi petani dengan adanya dorongan motivasi melalui sifat ekosistem yang inklusif," jelasnya.
Lebih lanjut, Erwin menambahkan, selain ekosistem PANGSI, guna mendukung percepatan dan perluasan digitalisasi sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi, Cianjur Project juga diwujudkan melalui perluasan elektronifikasi transaksi daerah (ETPD).
Hal ini juga sebagai upaya meningkatkan digitalisasi Pemda Kabupaten Cianjur yang masih memiliki ruang untuk terus ditingkatkan. Indeks ETPD Kabupaten Cianjur semester I-2023 tercatat sebesar 92,25%, menurun dari 96,75% pada semester II-2022.
Penurunan terjadi pada aspek realisasi transaksi non-tunai dari 67,5% pada semester II-2022 menjadi 22,5% pada semester I-2023. Implementasi elektronifikasi transaksi pemerintah daerah di lingkungan Pemkab Cianjur diperkuat dengan penggunaan Kartu Kredit Pemerintah Daerah atau Kartu Kredit Indonesia (KKI) untuk mendukung efisiensi dan transparansi dalam realisasi serta pertanggungjawaban penggunaan anggaran pemerintah pusat dan daerah, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri.
"Ke depan, digitalisasi nontunai juga dapat mencakup seluruh sistem pembayaran nontunai baik transaksi masyarakat, maupun layanan pemerintah daerah melalui ETPD," ungkap dia.
Di tempat yang sama, Kepala Biro Perekonomian Pemprov Jawa Barat yang hadir mewakili Pj Gubernur, Yuke Mauliani Septina menyampaikan apresiasi atas inisiasi program Ekosistem PANGSI dan perluasan digitalisasi yang digagas dalam program Cianjur Project.
Secara khusus, Yuke menambahkan bahwa pengembangan pondok pesantren sebagai unit usaha pendukung ekosistem ketahanan pangan dan pengendalian inflasi serta perluasan digitalisasi ini juga sejalan dengan program kerja Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS) Jawa Barat dalam mendorong halal value chain di Jawa Barat.
"Cianjur Project juga diharapkan dapat menjadi solusi pengendalian inflasi jangka menengah, mendukung pengentasan kemiskinan, pengangguran dan stunting, sekaligus mendorong potensi Jawa Barat Selatan sebagai motor pertumbuhan selain Jawa Barat Utara," ungkapnya.
Bupati Cianjur Herman Suherman mengatakan seluruh jajaran Pemerintah Kabupaten Cianjur serta seluruh stakeholders terkait di wilayah Cianjur siap untuk bersinergi dengan Bank Indonesia untuk secara konsisten mendukung implementasi Ekosistem PANGSI dan perluasan digitalisasi yang digagas dalam Cianjur Project.
Efisiensi dan efektivitas proses bisnis antar kelompok masyarakat yang tergabung dalam Ekosistem PANGSI ini menjadi langkah yang sangat strategis, dalam upaya mewujudkan ekosistem yang terintegrasi sehingga mampu menciptakan daya saing unggul yang dapat memberikan andil pada ketahanan pangan.
"Ke depan, Ekosistem PANGSI berpotensi untuk diperkuat dengan optimalisasi implementasi Perdagangan Antar Daerah dalam kerangka Kerjasama Antar Daerah [KAD] sehingga kebermanfaatan ekosistem dalam mengantisipasi potensi tekanan inflasi ini dapat dirasakan tidak hanya bagi masyarakat wilayah Cianjur, melainkan hingga ke Provinsi Jawa Barat dan Nasional," jelasnya.