Bisnis.com,BANDUNG—Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat menjembatani keluhan nelayan di pantai utara dan selatan Jawa Barat terkait kekurangan kuota BBM pertalite dan solar di lapangan.
Kepala DKP Jabar Hermansyah mengatakan pihaknya pekan ini sudah menggelar pertemuan dengan 5 kabupaten/kota di pantai selatan dan 6 kabupaten di wilayah utara terkait BBM bersubsidi untuk nelayan. Pertemuan juga menghadirkan pihak BPH Migas dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Kami gelar rakor supaya langsung ada penyelesaian,” katanya kepada Bisnis, Jumat (15/7/2022).
Pihaknya menerima keluhan dari nelayan terkait kuota BBM bersubsidi. Meskipun tidak ada kenaikan harga, namun di lapangan para nelayan mengeluhkan kuota berkurang. Namun dalam rapat koordinasi, pihak BPH Migas memastikan kuota BBM untuk nelayan di Jawa Barat tidak berkurang.
“BPH Migas tidak menjelaskan secara rinci Jawa Barat, tapi untuk seluruh Indonesia datanya mencapai 2,3 juta kilo liter kuota untuk nelayan. Sampai pertengahan Juni 2022 katanya baru terserap kurang lebih 600 ton, atau baru 15 persen. Ini yang perlu ditelusuri lebih lanjut,” paparnya.
Menurutnya persoalan kuota atau kelangkaan BBM untuk nelayan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Khusus Nelayan (SPBN) bisa ditutup oleh pasokan dari SPBU. “Kalau kuota kurang, dengan rekomendasi dari dinas terkait di daerah nelayan bisa minta rekomendasi beli di SPBU,” katanya.
Hermansyah sendiri mencatat perbedaan keluhan nelayan di pantai selatan dan utara. Nelayan di selatan mengeluhkan erkait sulitnya mendapatkan pertalite mengingat mereka rata-rata memakai perahu kecil.
“Kuotanya kurang, mereka kesulitan membeli memakai jerigen karena tidak boleh. Kan mereka nggak mungkin bawa perahu ke SPBU. Kata BPH Migas harus ada rekomendasi dari pemerintah setempat minimal kepala desa atau lurah, kalau ada SPBU menolak laporkan,” katanya.
Sementara untuk nelayan di pantai utara, keluhan terkait harga beli Pertamax Turbo yang sampai ke kapal mereka. Nelayan pengguna kapal-kapal besar itu rela membeli BBM non subsidi tersebut Rp16.200 per liter namun karena ada ongkos kirim harganya menjadi Rp18.000 per liter.
“Mereka minta dibangunkan SPBN khusus non subsidi, tidak apa-apa beli Rp16.200 per liter agar tetap sampai ke perahu mereka Rp16.200 per liter. Tapi dari informasi dinas di Indramayu, sudah ada proses pembuatan SPBN di Karangsong,” tuturnya.
Hermansyah memastikan upaya pihaknya menjembatani persoalan ini direspon serius pihak BPH Migas. Rapat juga memastikan akan ada perbaikan pelaporan dari kabupaten/kota terkait kuota BBM subsidi untuk nelayan.
“Memang tidak ada kewajiban kabupaten/kota [melapor], biasanya tiga bulan sekali, tapi dari data yang tidak update ini BPH Migas bisa menilai bahwa kuota masih ada padahal di lapangan sudah berkurang,” katanya.
Menurutnya persoalan keluhan nelayan dengan koordinasi semua pihak diharapkan bisa terjawab. “Kami dari provinsi mengupayan ada penyelesaian, tapi memang kebijakan semuanya ada di pusat. Kami minta ketersediaan dan jaminan BBM untuk nelayan di Jabar aman,” pungkasnya.