Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUU Cipta Kerja: IAP Minta Lima Perbaikan Sektor Perizinan

Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia menilai ada beberapa hal yang harus diperbaiki dalam RUU Cipta Kerja, terutama berkaitan dengan perizinan.
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com,BANDUNG—Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia menilai ada beberapa hal yang harus diperbaiki dalam RUU Cipta Kerja, terutama berkaitan dengan perizinan.

Ketua Umum IAP, Hendricus Andy Simarmata mengatakan RUU Cipta Kerja bertujuan untuk meningkatkan kemudahan berusaha dan memperbaiki ekosistem investasi sehingga bermuara pada penambahan lapangan kerja.

Inefesiensi proses dan panjangnya birokrasi perizinan dinilai sebagai salah satu faktor yang menghambat kegiatan investasi. Berdasarkan hal tersebut, pihaknya mendukung perbaikan menyeluruh terhadap sistem perizinan yang masih belum ringkas, independen, dan ramah terhadap investasi.

IAP menyoroti tiga faktor utama di bagian hulu perizinan yang harus diperbaiki. Yaitu sistem tata ruang dan perencanaan sektor yang masih berdiri sendiri, pengelolaan dampak investasi yang tidak efektif dan efisien, serta ketiadaan komite independen untuk menyelesaikan perbedaan atau konflik perizinan.

“Oleh karena itu, IAP mengusulkan lima masukan dalam perbaikan RUU Cipta Kerja,” kata dia melalui siaran pers yang diterima, Selasa (18/8/2020).

Menurutnya konsep Pembangunan Berkelanjutan harus menjadi azas penyelenggaraan RUU Cipta Kerja. Oleh karena itu, tujuan peningkatan ekosistem Investasi bukan hanya untuk memudahkan investasi ekonomi, tetapi memastikan investasi sosial dan investasi lingkungan hidup bekerja secara simultan untuk kepentingan umum.

Selanjutnya, upaya penyederhanaan perizinan harus dimulai dari perbaikan sistem tata ruang dari hulu sampai prosedur perizinan yang berada di hilir.

“Di hulu, Rencana Tata Ruang harus dijadikan tempat konsolidasi berbagai rencana sektor yang memanfaatkan ruang dengan pertimbangan keberlanjutan pembangunan One Map-One Data-One Plan,” katanya.

Konsolidasi rencana tersebut termasuk me-reset ulang waktu berbagai jenis perencanaan (RTRW, RPPLH, RPB, RUE, PPRK, RIPPAR, dan lain-lain) baik pusat maupun daerah mengikuti waktu dimulainya Rencana Pembangunan Jangka Menengah/Panjang untuk memudahkan integrasi pemrograman, efisiensi dan efektifitas pembiayaan pembangunan serta kepastian berinvestasi.

Pemerintah Pusat menetapkan Kerangka struktur dan pola ruang wilayah nasional dan Peraturan Zonasi nasional yang berbasis pada batas wilayah ekosistem (eco-region). Sedangkan Pemerintah Daerah wajib menjabarkan dan mengoperasionalisasikannya ke dalam rencana sub-struktur dan pola ruang sesuai dengan batas administratif kewenangannya.

“Pemerintah Daerah juga wajib mengadopsi ketentuan Peraturan Zonasi Nasional ke dalam narasi dan peta zonasi (zoning map dan text) sesuai dengan karakteristik wilayah dan lokalitas setempat,” kata Hendricus.

Debirokratisasi, independensi dan profesionalisme pun harus menjadi pilar utama dalam tata laksana penilaian kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, pengaturan zonasi, pengawasan dan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang.

“Atas dasar 5 poin di atas, IAP menegaskan bahwa RUU Cipta Kerja harus berasaskan pembangunan berkelanjutan. Selain itu, kemudahan berusaha bisa dicapai dengan perbaikan sistem perencanaan tata ruang yang terkonsolidasi dalam satu peta (ONE PLAN) melalui prinsip debirokratisasi, independesi dan profesionalisme,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper