Bisnis.com, BANDUNG - Universitas Padjadjaran (Unpad) mendukung Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja jika undang-undang tersebut mampu menyejahterakan rakyat dan mendukung perekonomiam bangsa.
Rektor Unpad, Rina Indiastuti menyebutkan RUU Ciptaker yang saat ini akan segera dibahas oleh DPR RI memang dibutuhkan oleh negara. Pasalnya, dengan undang-undang ini nantinya akan mempertegas payung hukum dan juga kepastian hukum di dalam dunia investasi di Indonesia.
Oleh karenanya, Unpad sangat terbuka dengan diskusi yang dinamai "Unpad Memberi Manfaat : Aspirasi Untuk Omnibus Law Cipta Kerja" untuk menggali masukan dari akademisi dalam misi menyempurnakan Undang-Undang Sapujagat.
"Kita senang keterwakilan hadir disini untuk membicarakan, membahas khususnya tentang isu-isu khusus dibalik RUU Omnibuslaw Ciptaker, kami dari Unpad berharap betul kita bisa menghasilkan aspirasi yang tidak mementahkan RUU itu, tapi menyempurnakan," kata Rina di Kampus Universitas Padjadjaran, Jalan Dipatiukur, Kota Bandung, Kamis (5/3/2020).
Menurutnya dengan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law ini sangat memungkinkan menciptakan iklim ekonomi yang dinamis dengan mengintegrasikan kebijakan dari level pusat hingga daerah.
"Kita tahu Indonesia harus terus maju dan tumbuh apalagi kalau ingin pertumbuhan 6% investasi harus besar," ungkap Rina.
Dengan diskusi ini, ia berharap rumah hukum bagi kebijakan yang akan diterapkan bisa terbentuk dengan baik tanpa harus mementahkan kembali RUU Omnibus Law.
"Harus ada kepastian hukum dengan baik agar agenda dalam RUU berjalan dengan baik," jelas dia.
Selain itu, Unpad juga menurut dia sebagai instansi pendidikan berkewajiban untuk memasilitasi seluruh stake holder agar bisa dibedah bagaimana alur pikir dari hukum yang akan dibentuk, sehingga diakhir bisa disimpulkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan iklim investasi di Indonesia.
"Yang paling utama, bisa menyempurnakan dan mengeliminasi apa yang dikhawatirkan," jelasnya.
Sementara itu, Staf Khusus Menko Perekonomian, Umar Juoro memastikan saat ini RUU yang sudah dirancang eksekutif sudah diserahkan ke legislatif untuk selanjutnya dibahas.
"Ruu sudah diberikan Presiden ke DPR yang akan dibahas setelah reses," ungkap Umar.
Umar mengaku, dalam Omnibus Law, banyak pihak yang mempermasalahkan terkait RUU Cipta Kerja dan RUU hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
"Paling banyak krititk paling banyak Ciptaker, dan Pemerintah Daerah ke Pusat," jelas dia.
Namun, ia memastikan RUU ini belum final, masih ada sejumlah langkah hingga akhirnya RUU ini disahkan menjadi UU. Namun ia menolak jika pembentukan RUU Omnibus Law ini dianggap grusak-grusuk. Ia mengaku pembahasan ini sudah mulai dilakukan sejak kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono namun saat itu bentuknya Perpres.
"Sudah mulai dibentuk sejak jaman Pak SBY, tapi untuk istilah Omnibus Law memang kami juga baru dengar dua tahun ke belakang," ungkap dia.
Senada dengan Umar, Staff Khusus Menko Perekonomian, Rezza Yamora Siregar mengatakan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi nasional 6%, Omnibus Law ini diperlukan untuk menarik investasi di dalam negeri. Sehingga dengan demikian, akan berimplikasi langsung terhadap serapan kerja.
"Kalau masuk hingga 6%, kita bisa menyerap 2,5 hingga tiga juta tenaga kerja, itu artinya tingkat perekonomian di Indonesia bisa meningkat 1%," jelas dia. (K34)