Bisnis.com, BANDUNG—Anggota DPR Dedi Mulyadi meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian melakukan penyederhanaan lelang agar daerah bisa optimal menyerap anggaran.
Dedi mengatakan usulan ini merespon rencana Tito yang akan menyisir daerah-daerah yang mengalami penyerapan anggaran rendah. Menurutnya fenomena ini terjadi karena tiga hal.
“Rendahnya penyerapan anggaran di sebuah kelembagaan atau daerah bisa disebabkan perencanaan yang tidak tepat. Lalu kedua, prosedur pengelolaan yang relatif rumit administratif, dan ketiga adalah rasa takut di kalangan penyelenggara negara,” katanya dalam rilis resmi, Jumat (25/10/2019).
Menurutnya rasa takut di kalangan penyelenggara negara terjadi karena belum sinkronnya berbagai institusi negara terhadap konsen penyerapan anggaran. “Saya mengusulkan harus ada perubahan mekanisme birokrasi. Salah satunya penyederhaanaan proses lelang,” katanya.
Lalu kedua, mekanisme pembayaran dilakukan setelah semua pekerjaan selesai dan sudah dilakukan audit.
Selama ini, pembayaran dilakukan secara bertahap dengan sistem termin. Menurut Dedi, sistem itu tidak efektif dan malah membuat birokrasi kian rumit. Belum nanti jika ada sisa anggaran, menagihnya ke pihak ketiga atau pemborong akan susah.
"Bahkan terkadang ada pemborong yang bilang lebih baik dipenjara daripada harus mengembalikan uang. Nah, nanti yang repot kepala dinas" katanya.
Selain itu, dengan sistem saat ini, proses auditnya memakan waktu yang lama. Misalnya, pekerjaannya selesai bulan Juli diaudit Maret atau April tahun berikutnya. “Pekerjaan yang diaudit pun berupa sampel, tidak menyeluruh sehingga dikhawatirkan baiknya kualitas pekerjaan tidak merata,” tuturnya.
Menurut dedi, jika sistem audit dilakukan setelah pekerjaan selesai, maka penyimpangan pengelolaan kegiatan tidak akan pernah ada.
"Kalau akhirnya lelang disederhanakan dan pekerjaan dibayar setelah hasil diaudit, bisa tidur nyenyak," katanya.
Selain itu, auditor juga harus bisa mempertanggungjawabkan hasil auditnya. Sebab, seringkali terjadi pekerjaan yang selesai tetap menjadi ranah penyelidikan. Jadi akhirnya tidak ada kepastian hukum.
"Saya juga usulkan proses penyelidikan pada sebuah kasus tindak pidana korupsi dilakukan setelah ditemukan adanya kerugian negara. Bukan dibalik. Kerugian negara baru diaudit investigatif setelah panjang dan rumitnya penyelidikan. Itu yang mengakibatkan kelelahan birokrasi," kata politisi Golkar ini.
Untuk mencegah kebocoran, pihaknua juga mengusulkan komponen produksi, seiring dengan hilangnya struktur eselon, yang dibayar dalam bentuk honorarium pegawai dilakukan setelah produksi selesai.
"Misalnya, pekerjaan senilai Rp 1 miliar dan sudah 100% dibayar, itu nanti harus ada komonen dipisah untuk penyelenggara kegiatan. Diambillah misalnya 2% dari total pekerjaan untuk honor pegawai," kata Dedi.