Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan Presiden Terpilih Joko Widodo hingga saat ini belum menyusun Kabinet Kerja jilid II dan karenanya beragam informasi di media sosial terkait hal itu, tak perlu ditanggapi.
"Itu namanya isu, 'kan setiap minggu berganti," katanya saat ditemui di Kantor KSP di Jakarta, Selasa.
Moeldoko mengimbau masyarakat tidak perlu terlalu menanggapi informasi yang belum jelas tersebut apalagi informasinya selalu berganti-ganti.
Mantan Panglima TNI itu mengatakan tidak ada tim khusus dalam penyusunan kabinet karena hal itu merupakan hak prerogatif presiden.
Sebelumnya, beredar di situs jejaring sosial Youtube dan media sosial lain yang menyebutkan sejumlah nama menteri yang akan menduduki posisi di Kabinet Jilid II Jokowi.
Nama-nama tersebut di antaranya Sri Mulyani, Luhut Binsar Pandjaitan, Grace Natalie bahkan Sandiaga Uno.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebelumnya menetapkan presiden terpilih dan wapres terpilih Joko Widodo dan Ma'ruf Amin untuk periode 2019-2024.
Jokowi dan Kiai Ma'ruf akan dilantik 20 Oktober 2019.
Sementara itu, terkait pembentukan kabinet, pengamat politik Prof. Siti Zuhro mengatakan Presiden Jokowi akan lebih percaya diri membentuk kabinet kedua karena sudah mengetahui peta kekuatan politik dengan mengantongi pengalaman sebelumnya.
Peneliti senior di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu menambahkan Presiden Jokowi akan mempertimbangkan dengan matang dan komprehensif untuk memilih para pembantunya.
“Sekarang jauh lebih banyak pertimbangan, tujuannya untuk mengejar ketertinggalan yang masih belum terimplementasikan sesuai substansi dengan maksimal,” katanya.
Senada dengan Siti Zuhro, pengamat politik Adi Prayitno mengatakan Presiden Jokowi diharapkan lebih independen dan tanpa beban dalam menentukan calon-calon yang akan mengisi kursi menteri.
Saat ini, lanjut dia, Jokowi dinilai memiliki modal sosial politik yang memadai dengan didukung partai politik, relawan dan memiliki “jangkar” yang kuat selama lima tahun dalam memimpin negeri.
Hal itu juga sesuai dengan hak istimewa yang dimiliki seorang presiden yakni hak prerogatif di tengah partai politik yang menjadi pendukung koalisi Indonesia Kerja.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu mendorong Presiden Jokowi untuk memilih menteri yang memiliki kapasitas dan kompetensi untuk mempercepat pembangunan.