Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS: China Menempakan Minoritas Muslim dalam ‘Kamp Konsentrasi’

Amerika Serikat menuduh China menempatkan lebih dari satu juta minoritas muslim di kamp konsentrasi.
Para pekerja berjalan di pagar pembatas dari apa yang secara resmi dikenal sebagai pusat pendidikan keterampilan kejuruan di Dabancheng di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, Cina, 4 September 2018. REUTERS / Thomas Peter
Para pekerja berjalan di pagar pembatas dari apa yang secara resmi dikenal sebagai pusat pendidikan keterampilan kejuruan di Dabancheng di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, Cina, 4 September 2018. REUTERS / Thomas Peter

 

Bisnis.com, BANDUNG—Amerika Serikat menuduh China menempatkan lebih dari satu juta minoritas muslim di "kamp konsentrasi."

Ini merupakan satu dari beberapa kecaman terkeras AS terhadap China hingga saat ini tentang sesuatu yang disebut AS sebagai penahanan massal Beijing terhadap sebagian besar minoritas muslim Uighur dan kelompok muslim lainnya.

Komentar dari Randall Schriver, pemimpin kebijakan Asia pada Departemen Pertahanan AS kemungkinan akan meningkatkan tegangan antara Beijing yang sensitif terhadap kritik internasional dengan AS.

Beijing berdalih situs yang disebut AS tersebut merupakan pusat pelatihan pendidikan kejuruan yang bertujuan membendung ancaman ekstremisme Islam.

Namun, salah satu mantan tahanan pernah menggambarkan kepada Reuters bahwa dirinya disiksa selama interogasi di kamp-kamp tersebut.

Dirinya hidup dalam sel yang penuh sesak dan menjadi sasaran rezim indoktrinasi partai yang dilakukan setiap hari secara brutal yang mendorong beberapa orang untuk bunuh diri. Beberapa fasilitas juga dikelilingi oleh kawat berduri dan menara pemantau.

"Partai Komunis (Cina) menggunakan pasukan keamanan untuk pemenjaraan massal terhadap muslim Cina di kamp-kamp konsentrasi," kata Schriver seperti dikutip dari Reuter, Sabtu (4/5/2019).

Hal tersebut disampaikannya dalam sesi singkat pada pertemuan Pentagon dalam diskusi yang lebih luas tentang militer China. Diperkirakan jumlah muslim yang ditahan bisa "mendekati 3 juta warga."

Schriver yang adalah seorang asisten menteri pertahanan ini mempertahankan penggunaan istilah kamp konsentrasi tersebut yang biasanya dikaitkan dengan Nazi Jerman.

Ketika ditanya oleh seorang wartawan mengapa ia menggunakan istilah ini, Schriver mengatakan bahwa itu dibenarkan “mengingat apa yang kami pahami sebagai besarnya penahanan, setidaknya satu juta, tetapi kemungkinan mendekati 3 juta warga dari populasi sekitar 10 juta," katanya.

"Jadi, dengan jumlah penduduk yang sangat signifikan, (mengingat) apa yang terjadi di sana, apa tujuan pemerintah Cina dan komentar publik mereka, menjadikan itu [penggunaan istilah kamp konsentrasi], saya pikir, deskripsi yang sangat tepat, "katanya.

Sementara itu, Kedutaan Cina di Washington tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Sekretaris Negara AS Mike Pompeo pada hari Kamis menggunakan istilah kamp pendidikan ulang untuk menggambarkan situs-situs tersebut dan mengatakan hal yang dilakukan Tiongkok itu “mengingatkan pada tahun 1930-an.”

Pemerintah AS telah mempertimbangkan sanksi terhadap pejabat senior Cina di Xinjiang, sebuah wilayah luas yang berbatasan dengan Asia Tengah yang merupakan rumah bagi jutaan warga Uighur dan etnis minoritas muslim lainnya.

China juga telah memperingatkan bahwa pihaknya akan membalas "secara proporsional" terhadap sanksi AS. Gubernur Xinjiang pada bulan Maret secara langsung menolak perbandingan ke kamp konsentrasi, dengan mengatakan mereka "sama dengan sekolah asrama."

Pejabat AS mengatakan Cina telah membuat banyak aspek kriminal dalam praktik dan budaya agama di Xinjiang, termasuk hukuman karena mengajarkan teks-teks muslim kepada anak-anak dan melarang orang tua memberi anak-anak mereka nama Uighur.

Akademisi dan jurnalis telah mendokumentasikan pos pemeriksaan polisi di seluruh Xinjiang dan pengumpulan DNA massal, dan para pembela hak asasi manusia telah mengecam kondisi darurat militer di sana.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper